Ketekunan, doa  dan pantang menyerah menghadapi corona dan normal baru.
Acara jalan pagi Sang Kakek dan Sang Cucu akan diisi cerita dari Sang Kakek. Sang Kakek berencana mengimbangi cerita cucu tentang mayat yang bungkuk dan bengkok minggu lalu itu. Lalu dia memilih cerita tentang janda penakluk hakim yang lalim. Memberi contoh sikap menghadapi pandemi corona.
  "Di suatu daerah ada seorang hakim yang lalim dan tidak benar. Dia tidak takut kepada Tuhan dan tidak mau mendengar nasehat dari siapapun. Dalam memutuskan segala perkara dia hanya memikirkan kepentingan dan berdasarkan keyakinannya sendiri.
Ketika itu ada seorang janda yang berperkara di pengadilan tempat sang hakim yang lalim ini yang memeriksa perkaranya. Si Janda ini setiap hari datang meminta keadilan kepada hakim itu. Benarkanlah aku dan menangkan aku terhadap lawanku itu, demikian permintaan sang janda itu. Pantang menyerah, terus dan terus meminta kepada hakim yang lalim.
Karena setiap hari datang dan terus menerus, sang hakim berpikir keras untuk menghadapi sang janda tersebut. Langkah dan permintaan janda yang  setiap hari mendatanginya menjadi sesuatu yang menakutkan bagi hakim yang lalim tersebut.
Hakim itu sesungguhnya tidak mau memberikan kemenangan kepada sang janda tersebut. Tapi dia sangat terganggu dengan kehadiran sang janda tiap hari. Akhirnya hakim itu menyerah. Ah, saya memang tidak mau memenangkanmu sang janda, tapi saya sangat terganggu dan takut kau terus menyerangku. Lebih baik kukabulkan permintaanmu, asal kau jangan menggangguku, demikian kata hati hakim itu. Akhirnya sang janda menang dalam perkara itu. Demikianlah ceritanya," kata kakek.
  "Hebat sekali sang janda itu ya. Jadi dia tidak memberikan uang sogok ke hakim itu?" tanya cucu.
  "Tidak. Kenapa pertanyaannya begitu?" kata kakek.
  "Kan ada juga cerita hakim memenangkan perkara orang karena menerima sogokan. Itukan ada beberapa contoh hakim yang masuk penjara kek," kata cucu.
  "Tidak semua hakim seperti itu. Masih lebih banyak hakim yang jujur dan adil daripada yang kau sebut itu. Berapa ribu hakim semuanya? Berapa yang bermasalah? Jadi jangan disamaratakan ya. Semua profesi ada orang yang baik, ada juga yang tidak baik. Cerita ini bukan soal sogok dan suap kepada hakim," kata kakek.
  "Lalu tentang apa makna cerita ini kek?" tanya cucu.
  "Ini soal ketekunan meminta dan memohon. Hakim yang lalimpun bisa ditaklukkan ketekunan meminta dari seorang janda yang tidak memiliki uang untuk menyogok. Intinya ketekunan dan berusaha terus menerus, pantang menyerah," kata kakek.
  "Oh begitu ya kek. Lalu apa hubungannya dengan keadaan pandemi corona kita  ini?"  tanya cucu.
  "Kita harus bertekun berdoa kepada Tuhan agar pandemi ini segera berlalu. Kita juga harus berusaha keras untuk bisa menaklukkan Covid-19 ini," kata kakek.
  "Bagaimana caranya?" tanya cucu.
  "Berdoa dan berusaha dengan baik. Berdoa terus menerus kepada Tuhan. Berusaha mematuhi segala aturan pemerintah. Bekerja terus dan kreatif mengatasi keterbatasan," kata kakek.
  "Apakah masih kurang doa kita meminta kepada Tuhan kek? Semua berdoa, tapi pandemi ini belum berakhir juga," kata cucu.
  "Banyak orang berdoa tapi tidak patuh kepada aturan PSBB. Itu namanya hanya peduli ke atas atau vertikal, tapi tak peduli ke samping dengan sesama manusia dan aturannya. Baiknya tekun berdoa ke atas, tapi patuhi aturan ke samping. Jadi vertikal dan horisontalnya bertemu. Itulah salib keselamatan," kata kakek.
  "Mantap juga khotbah kakek ini. Jelas, tegas, singkat dan tak bertele-tele yah, hebat!" kata cucu.
  "Ah kamu suka memuji berlebihan. Kakek kan bukan pengkhotbah," kata kakek.
  "Ya, tapi tadi cerita kakek tadi kan lebih dari khotbah kek. Kadang ada khotbah yang kita dengar dari pengkhotbahnya, sampai selesai khotbah yang kadang hampir sejam, kita tidak tahu apa intinya. Ini uraian kakek kan jelas. Sang janda dengan ketekunannya menaklukkan hakim yang lalim. Dia tekun dan berusaha terus, sampai hakim yang lalimnya menyerah. Mantapkan kek," kata cucu.
  "Ok, jadi kembali ke kisah tadi, jangan kamu alihkan ke khotbah dan pengkhotbah yang lain. Masa sulit ini kita harus lebih tekun lagi berdoa. Tapi doa kita kepada Tuhan, janganlah hanya meminta dan mengatur Tuhan," kata kakek.
  "Apa maksudnya meminta dan mengatur Tuhan?" tanya cucu.
  "Seringkali kita meminta dan mengatur Tuhan untuk segera mengenyahkan dan mengusir pandemi ini. Seharusnya kita juga harus bertanya kepada Tuhan, apa maksud Tuhan dengan membiarkan pandemi ini," kata kakek.
  "Jadi mungkin Tuhan membiarkan keadaan ini kek?" selidik cucu.
  "Ya. Makanya doa kita juga harus memohon, sekaligus berserah. Jika Tuhan membiarkan pandemi ini berlangsung dan harus kami lalui, kuatkanlah kami untuk menghadapinya dengan cerdas. Tidak bisa kita usir si corona ini, baiklah kita berdamai dengan diri kita dan lingkungan kita, termasuk dengan si Corona ini," kata kakek.
  "Bagaimana caranya kita berdamai dengan si corona ini?" tanya cucu.
  "Suka tidak suka, siap tidak siap, kenyataannya si corona ini masih ada di sekitar kita. Lalu kita harus menjalani hidup dengan kehadirannya di sekitar kita. Ayo kita hidup dengan normal baru supaya si corona tidak masuk ke dalam tubuh kita," kata kakek.
  "Bagaimana caranya?" tanya cucu.
  "Ikuti protokol kesehatan normal baru itu. Pakai masker, jaga jarak, pakai sarung tangan dan rajin cuci tangan. Jadi kita harus beradaptasi dengan kebiasaan baru. Yang biasa semberono, kini harus hati-hati. Jarang cuci tangan, sekarang harus rajin cuci tangan. Tidak mau pakai masker, sekarang harus pakai masker dan sarung tangan," kata kakek.
  "Ini siksaan kek. Pakai masker, sarung tangan, cuci tangan dan jaga jarak," gerutu cucu.
  "Itulah normal baru itu, itulah kebiasaan baru itu. Kita harus beradaptasi dengan kebiasaan baru ini. Awalnya memang susah, karena baru, tapi lama kelamaan, kita nanti terbiasa juga. Ala bisa, karena biasa. Kita coba saja jalani. Kita bertekunlah menghadapi si corona dengan meniru sang janda dalam kisah di atas tadi," kata kakek.
  "Hakim yang lalim pun bisa ditaklukkan ketekunan dan kerja kerasnya menemui hakim itu tiap hari, masa kita tidak bisa menaklukkan si corona ini ya kek?" kata cucu.
  "Betul, mari kita belajar tentang ketekunan dan kerja keras dari kisah sang janda ini. Si corona inipun bisa kita taklukkan," kata kakek.
  "Setuju!" pekik sang cucu. Dan mereka sudah tiba di rumahnya. Acara jalan pagi selesai.
Ketekunan dan pantang menyerah sang janda ternyata bisa menaklukkan kelaliman dari seorang hakim. Kebaikan menaklukkan kelaliman, mari kita tiru dan gunakan melawan si corona, dan memasuki normal baru, gumam kakek.
Sekian dulu. Terima kasih, salam dan doa.
Aldentua Siringoringo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H