"Apa maksudnya meminta dan mengatur Tuhan?" tanya cucu.
  "Seringkali kita meminta dan mengatur Tuhan untuk segera mengenyahkan dan mengusir pandemi ini. Seharusnya kita juga harus bertanya kepada Tuhan, apa maksud Tuhan dengan membiarkan pandemi ini," kata kakek.
  "Jadi mungkin Tuhan membiarkan keadaan ini kek?" selidik cucu.
  "Ya. Makanya doa kita juga harus memohon, sekaligus berserah. Jika Tuhan membiarkan pandemi ini berlangsung dan harus kami lalui, kuatkanlah kami untuk menghadapinya dengan cerdas. Tidak bisa kita usir si corona ini, baiklah kita berdamai dengan diri kita dan lingkungan kita, termasuk dengan si Corona ini," kata kakek.
  "Bagaimana caranya kita berdamai dengan si corona ini?" tanya cucu.
  "Suka tidak suka, siap tidak siap, kenyataannya si corona ini masih ada di sekitar kita. Lalu kita harus menjalani hidup dengan kehadirannya di sekitar kita. Ayo kita hidup dengan normal baru supaya si corona tidak masuk ke dalam tubuh kita," kata kakek.
  "Bagaimana caranya?" tanya cucu.
  "Ikuti protokol kesehatan normal baru itu. Pakai masker, jaga jarak, pakai sarung tangan dan rajin cuci tangan. Jadi kita harus beradaptasi dengan kebiasaan baru. Yang biasa semberono, kini harus hati-hati. Jarang cuci tangan, sekarang harus rajin cuci tangan. Tidak mau pakai masker, sekarang harus pakai masker dan sarung tangan," kata kakek.
  "Ini siksaan kek. Pakai masker, sarung tangan, cuci tangan dan jaga jarak," gerutu cucu.
  "Itulah normal baru itu, itulah kebiasaan baru itu. Kita harus beradaptasi dengan kebiasaan baru ini. Awalnya memang susah, karena baru, tapi lama kelamaan, kita nanti terbiasa juga. Ala bisa, karena biasa. Kita coba saja jalani. Kita bertekunlah menghadapi si corona dengan meniru sang janda dalam kisah di atas tadi," kata kakek.
  "Hakim yang lalim pun bisa ditaklukkan ketekunan dan kerja kerasnya menemui hakim itu tiap hari, masa kita tidak bisa menaklukkan si corona ini ya kek?" kata cucu.