"Biar enak kalau mendiskusikannya kemudian. Misalnya bicara tentang politisi gaek, kita sebut Mister Ogah New Normal, kalau yang satu ini Jubir yang Jabir," kata cucu.
  "Jadi satu persatu nanti kau berikan gelarnya ya," kata kakek.
  "Jadi soal Jubir yang jabir ini aneh orangnya kek. Dia bilang katanya pemerintah mencla mencle dan planga plongo, padahal dia sendiri yang mencla-mencle, planga-plongo," kata cucu.
  "Kenapa kamu bilang seperti itu? Apa buktinya?" tanya kakek.
  "Mencla-mencle dan planga-plongonya bisa saya sampaikan sebagai berikut:
- Ketika ketua umumnya bergabung dengan pemerintah dan menjadi menteri. Harusnya dia tolak. Dia ingin terus mengajukan kritik kepada pemerintah. Ya posisi di luar pemerintah dong. Jangan koalisi.
- Kalau dia tidak bisa menolak partainya bergabung dengan pemerintah, dia harus mundur dari partai, seperti yang di PAN Â itu.
- Dia harus mundur dari DPR, karena dia mendapatkan keanggotaan DPR karena partai yang sudah bergabung dengan koalisi pemerintah itu.
Begitu pendapat saya kek," kata cucu berlagak seperti penceramah.
  "Jadi menurutmu dia tidak taat atas pilihan partainya?" tanya kakek.
  "Betul kek. Kalau kita berada di satu rumah dan rumah kita berada dalam satu komplek perumahan, maka kita harus patuh dengan aturan di rumah itu dan peraturan di komplek itu. Kalau tidak mau mengikuti aturan, silahkan keluar dari rumah. mKalau tidak mau patuh dengan aturan di komplek, pindah saja  dari komplek itu. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung," kata cucu.
  "Benar juga ya. Bukan hanya peraturan di rumah, tapi di komplek juga ya. Jadi rumahnya partainya. Kompleknya seperti koalisi ya?" tanya kakek.
  "Benar kek, seratus untuk kakek. Saya berikan ilustrasi supaya kakek cepat mengerti. Dan sepertinya darah kakek sudah normal nih, tidak darah rendah lagi," kata cucu.
  "Jangan balik lagi ke darah rendah, ini serius urusan jubir yang jabir ini," kata kakek.