Sang Kakek kebingungan pagi ini. Kopinya tidak diantarkan oleh cucunya. Sudah kesiangan minum kopi, acara baca Koran menjadi  terganggu.
Kakek pergi ke dapur menanyakan ke pembantu, kenapa kopinya tidak diantar cucu. Pembantu memberikan secarik kertas terlipat dari Sang Cucu. Si kakek menerima dan membuka lipatan kertas serta membaca pesan Sang Cucu.
"Selamat pagi kek. Saya tidak bisa mengantar kopi kakek pagi ini. Saya dengan adik saya yang dua lagi sedang protes Peraturan Rumah Tangga nomor 1 tahun 2020 tentang Larangan Penggunaan Gawai pada Hari Senin-Jumat. Kami akan mogok makan dan tidak keluar kamar, sampai peraturan itu dicabut.
Tadi malam gawai kami sudah disita mama, tanpa ada surat penyitaan. Saya juga melarang mbak untuk mengantar kopi kakek pagi ini. Biar kakek tahu bahwa kami mogok makan dan tahu permasalahannya. Demikian pemeberitahuannya kek. Salam dari cucu." Begitulah isi pesan dari cucunya.
Sang Kakek gusar dan menuju kamar cucunya di lantai dua. Diketoknya kamar itu, tidak ada yang menyahut.
"Halo cucu, tolong buka pintunya, kakek mau bicara. Kakek sudah membaca pesannya," kata kakek sambil mengetuk pintu. Tak ada jawaban. Berulangkali diketoknya, tidak ada jawaban. Tiba-tiba dari bawah pintu muncul kertas. Kakek mengambil dan membacanya.
"Kami tidak hanya mogok makan, tapi juga mogok bicara, sampai peraturan gawai dicabut," demikian pesannya.
Wah gawat ini, pikir kakek. Kalau ini dibiarkan, tiga cucunya mogok makan dan mogok bicara. Kalau sampai mereka lemas dan sakit, sementara mereka tidak mau membuka pintu kamarnya, bisa jadi malapetaka ini.
Kakek mengambil alat tulis dan menuliskan pesan dan memasukkan ke bawah pintu. Kakek berjanji akan membicarakan dengan ayah dan ibu mereka, asal mereka memberikan kesempatan kepada kakek untuk masuk kamar sebentar saja.
Tiba-tiba pintu dibuka sedikit. Kakek melihat Sang cucu, tapi rantai pelindung pintu tidak dibuka. Jadi hanya sedikit pintu terbuka.
"Bukalah, biar kakek bisa masuk dan berbicara," pinta kakek.