"Tapi sekarang kalian sudah libur kan, jadi menggunakan gawai bisa dibatasi," jelas kakek.
"Membatasi berbeda dengan melarang Senin-Jumat kek. Kalau hanya Sabtu-Minggu saja, waktu kami sekolah aturannya begitu juga. Setelah sekolah dari rumah kan bisa menggunakannya Senin-Jumat, kenapa sekarang tidak boleh? Ini membunuh kek," kata cucu.
"Jangan pakai kata membunuh dong," kata kakek.
"Tanpa gawai apa kegiatan kami kek? Tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada kakek, kalau kakek sayang sama cucu, tolong perjuangkan pembatalan peraturan larangan penggunaan gawai itu. Sekian dulu ya kek, selamat pagi," kata cucu dan menutup pintu kembali.
Kakek turun dari lantai dua dan mencari anak dan menantunya. Rupanya mereka sedang pergi belanja ke pasar. Kakek duduk di teras rumah sambil menunggu anak dan menantunya pulang dari pasar belanja. Begitu mereka datang, kakek meminta mereka bertiga harus bicara. Setelah dibereskan belanjaan dan mereka mandi, mereka berdiskusi di ruang tamu.
Kakek menunjukkan kertas pesan cucu dan menjelaskan dialog mereka tadi ke anak dan menantunya.
"Mereka sudah keterlaluan pak. Tidak ada pagi, siang, malam, mereka terus memakai gawai. Sudah dilarang, melawan. Peraturan ini perlu untuk mengurangi penggunaan gawai," kata menantunya.
"Saya bisa memahami itu. Hanya kalau melarang sepanjang Senin-Jumat seperti mereka sekolah dulu juga kurang bijak. Lalu apa kegiatan mereka di rumah? Mereka bosan juga," kata kakek.
"Terus kalau peraturannya tidak dicabut, bagaimana pak?" tanya anaknya menimpali.
"Mereka akan mogok makan dan mogok bicara," jawab kakek.
"Lalu apa saran bapak untuk mengatasi ini?" tanya anaknya.