Nah lain lubuk lain ikannya, lain kejadian, lain pula akibatnya. Ketika Kapolda Jatim memberikan penjelasan soal penanganan Covid-19 dia memergoki seorang anak buahnya yang menjabat Kapolsek di Surabaya. Dia langsung marah dan mengusir Sang Kapolsek ke luar ruangan.
Kenapa sang jenderal marah besar seperti itu? Dalam pertemuan itu dihadiri Pangdam, Walikota Surabaya dan beberapa pejabat, nama baik korps harus dijaga.Apalagi gengsi dan harga diri. Pertemuan ini adalah bagaimana berperang dengan Covid-19. Sebagai jenderal aktif memergoki anak buah tertidur, semangat perangnya muncul. Marahi, membentak dan mengusir.
Mungkin kalau hanya dimarahi, dibentak dan diusir masih mendingan ya. Konon kabarnya, sang Kapolsek dipanggil Propam dan akhirnya dicopot dari jabatannya. Penjelasannya, marahnya pimpinan karena mereka sangat serius memerangi Covid-19, kok ada anak buah, Kapolsek lagi yang tertidur. Tindakan pembinaanlah. Lebih halus lagi, tour of duty.
Padahal bisa saja dia ketiduran karena operasi atau siaga sepanjang malam menjalankan tugas di kantor atau di rumah. Namun pimpinan tidak mau tahu dan tidak bisa menerima keadaan tertidur. Tugas ya tugas. Kalau lagi kerja, ya kerja. Waktu tidur ya tidur. Â Tidak ada kompromi.
Inipun bisa kita pahami, kenapa berbeda. Sebagai Kapolda, jenderal yang masih aktif, melekat dengan segala atribut dan tanggung jawab, keadaan masih genting dalam memerangi Covid-19, ya wajarlah sang jenderal marah, membentak, mengusir dan bahkan menghukum anak buah, Sang Kapolsek.
Ini juga akan mebawa efek jera bagi anak buah yang bersangkutan dan menjadi pelajaran yang berharga bagi anak buah yang lain untuk lebih serius dan bertanggung jawab melakukan tugas.
Apa pelajaran yang bisa dipetik?
Dua jenderal beda gaya. Satu posisi Menhan dan pensiunan melakukan gaya prank. Mungkin faktor usia dan fungsi arif bijaksana sudah menonjol, sehingga dalam melakukan hukumanpun sudah dipengaruhi kearifan dan kebijaksanaan.
Marah dan membentak bisa menimbulkan masalah bagi yang dimarahi. Tapi hati-hati. Orang yang marah juga bisa berbahaya. Apalagi bagi orang mempunyai penyakit darah tinggi, yang sudah pernah mendapat serangan stroke atau serangan jantung, maka marah dan membentak itu itu sangat berbahaya.
Mungkin Prabowo menyadari hal tersebut. Kalau dia marah dan membentak, bisa mempengaruhi kesehatannya. Lalu untuk apa marah dan membentak? Kira-kira begitu tebakan teka-tekinya ya. Padahal kalau gaya prank yang dilakukannya, dia bisa ketawa, senyum dan sumringah mengerjai anak buah yang tertidur. Dampaknya positif bagi dirinya, karena kegembiraan yang datang. Hati yang gembira adalah obat. Akhirnya, serangan jantung atau stroke menjauhlah bukan?
Prank Prabowo ini akhirnya bisa kita pahami sebagai terapi obat bagi dirinya dan mengerjai anak buahnya menjadi kegembiraan. Bagi anak buah yang tertidur? Lebih malu dengan gaya prank bosnya ini. Divideokan lagi dan viral. Kalau dihukum dengan marah, bentak dan diusir mungkin lebih baik. Dengan begini, waduh, seperti kata pepatah, sakitnya tak seberapa, malunya ini. Sakitnya disini.