Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Refleksi untuk Lelang MPR, Mengerjakan Semua Pekerjaan, Kecuali Pekerjaannya

23 Mei 2020   12:29 Diperbarui: 23 Mei 2020   18:20 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah kenangan, ketika  kami dulu bergiat dan berjuang di sebuah lembaga advokasi perjuangan membela hak kaum marjinal tertindas di era otoriter dulu. Ada seorang  pimpinan kami di lembaga tersebu. Sang pimpinan  kami ini orangnya unik, agresif dan nyentrik. Sebagai vokalis anti rezim otoriter, yang bahkan kena  juga hukuman penjara sebagai napi politik yang dikriminalisasi menjadi tindak kerusuhan atas perintah presiden ketika itu.

Salah satu kelebihan yang tidak bisa kami tiru dan sekaligus kelemahannya adalah keinginannya yang luar biasa yang ingin melakukan semua pekerjaan. Sebagai pimpinan sudah jelas uraian tugasnya, namun beliau ingin mencampuri semua tugas staf dan koordinator. Sebagai pimpinan itu bisa saja, kalau menyangkut monitor dan supervisi. Namun kalau ke hal teknis, itu cukuplah staf dan pelaksana lapangan. Itu baru di tingkat internal.

Di luar lembaga, beliau banyak juga melakukan aktivitas. Kalau rapat dan koordinasi dalam arakan gerakan pro demokrasi, kami masih menganggap itu bagian dari pekerjaan sebagai pimpinan. Tapi yang lainnya ini yang membuat banyak aktivitasnya di luar terus menerus. Dia ikut menjadi redaktur di majalah, mengajar di kampus, diskusi, kelompok diskusi dan berbagai kegiatan. Kami memberi gelarnya atau sebutan, beliau ini sebagai orang yang mengerjakan semua pekerjaan, kecuali pekerjaannya.

Hal ini jadi teringat, ketika heboh soal acara lelang yang dilakukan oleh MPR dan BPIP baru-baru ini. MPR dan BPIP melakukan lelang virtual? Kalau melihat misinya sih, untuk disumbangkan dalam rangka memerangi Covid-19 cukup mulia. Tapi harus sedemikiankah?

Sebenarnya kalau pimpinan MPR dan BPIP mau melakukan lelang, kenapa tidak diberikan saja itu dilakukan Balai Lelang Profesional, sehingga bisa berjalan dengan baik. Aturan baku tentang lelang itu ada. Siapa yang menguasainya? Ya Badan Lelang Negara atau swasta yang sudah ditunjuk dan diakui setelah memenuhi syarat. Bolehkah setiap orang atau lembaga menyelenggarakan lelang? Tidak boleh. Lho ini kan lelang virtual? Apalagi ini.

Untuk menyelenggarakan lelang, biasanya harus didahului dengan perencanaan yang baik dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, pengumuman pemenang dan penyelesaian pembayaran dan penyerahan barang yang dilelang.

Persiapan.

Biasanya ada pengumuman melalui media massa atau media lain tentang adanya lelang tersebut. Lalu dilanjutkan dengan waktu untuk melihat objek yang mau dilelang. Lalu dibuka  pendaftaran peserta lelang. Para peserta lelang harus melengkapi dokumen dan syarat peserta lelang. Para peserta harus menyetorkan jumlah tertentu ke rekening penampung dan jumlahnya  tergantung nilai barang yang akan dilelang.

Pelaksanaan.

Waktu pelaksanaan lelang ditetapkan tempat dan waktunya, dimana peserta lelang atau kuasanya harus hadir. Tawar menawar lelang terjadi sampai akhirnya ditentukan siapa pemenangnya.

Pengumuman.

Setelah pelaksanaan lelang, hasilnya diumumkan setelah seluruh pembayaran telah dipenuhi oleh peserta lelang. Biasanya ada waktu untuk melakukan pembayaran. Setelah itu barulah barang yang dilelang diserahkan. Jika barang bergerak bisa diserahkan langsung dengan dokumen lelang. Jika barang tidak bergerak, maka dilanjutkan dengan pengurusan dokumen akta dan segala syaratnya.

Uraian tadi hanyalah penyampaian sederhana tentang salah satu bentuk acara lelang biasa dilakukan.  Tentu tidak sesederhana itu, jika lelang menyangkut hasil putusan pengadilan dan lain sebagainya. Apakah lelang virtual bisa menabrak semua ketentuan acara sebuah lelang? Tentu saja tidak. Lalu kenapa lelang yang dilakukan MPR dan BPIP ini bisa dilakukan secara virtual dan menimbulkan masalah?

Ada beberapa hal yang janggal yang patut dipertanyakan dari acara lelang tersebut.

Pertama, apakah MPR dan BPIP sudah memenuhi syarat sebagai lembaga penyelengara lelang yang berizin?

Kedua, apakah MPR dan BPIP mempunyai ruang lingkup atau tupoksi untuk melakukan acara lelang?

Ketiga, apakah acara lelang tersebut memenuhi syarat peserta lelang dengan uang jaminan sebagaimana lelang biasa?

Keempat, apakah informasi lelang dan barang yang dilelang sudah disampaikan dengan baik dan benar kepada peserta lelang? Kenapa peserta lelang M.Nuh dari Jambi menganggap dia dapat undian?

Kelima, apakah waktu pelaksanaan lelang ini sudah direncanakan dengan waktu yang tepat? Hal ini berkaitan dengan menjelang lebaran.

Masih bisa kita lanjutkan dengan berbagai pertanyaan lain yang berkaitan dengan prinsip dan aturan penyelengaraan sebuah lelang secara sederhana.

Kenapa hal-hal tersebut diatas harus dipertanyakan.

Pertama, MPR dan BPIP sudah mempunyai tugas yang jelas. MPR sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, BPIP dalam aturan pembentukan lembaga tersebut jelas uraian tugas pokok dan fungsinya. Dan menyelenggarakan lelang bukan pekerjaan MPR dan BPIP.

Kedua, mungkin karena bukan tupoksinya, mereka tidak profesional melakukannya dengan persyaratan lelang, maka terjadilah tragedi M.Nuh yang diumumkan pemenang lelang, ternyata menganggap dirinya mendapat undian 2,55 miliar. Bagaimana komunikasi panitia dengan peserta lelang M. Nuh ini, wallahu'alam, misteri nan sepi.

Ketiga, apa maksudnya pelaksanaan ini dekat dengan lebaran yang akhirnya dipakai orang untuk menghantam kelembagaan dan panitianya? Apakah mereka tidak memperhitungkannya? Apakah ini hanya niat baik, tanpa perhitungan dampak buruk atau  baik?

Keempat, apa maksudnya mengikutkan motor listrik yang ditandatangani Presiden Jokowi? Dan kenapa pemenang lelang motor yang ditandatangani presiden ini yang bermasalah? Walaupun akhirnya diganti pemenangnya oleh seorang remaja berusia 19 tahun dari uang jajannya, namun ini telah mencoreng nama baik presdien juga. Seakan motor dan tanda tangannya jadi komoditi politik kotor berhari-hari.

Kelima, acara lelang ini sangat memilukan dan mempermalukan lembaga MPR, BPIP dan Presiden. Betapa tidak? Kontroversi waktu, pemenang dan penyelenggara yang merupakan lembaga terhormat seakan dicoreng dengan tindakan gegabah dan tidak professional menyelenggarakan lelang. Adakah maksud terselubung untuk mempermalukan MPR, BPIP dan apalagi terhadap presiden yang rela menyumbangkan motor yang ditandatanganinya? Acara ini bukan membantu presiden dan pemerintah menangani Covid-19, tapi malah sebaliknya yang terjadi. 

Nama presiden diseret-seret dan motor yang ditandatanganinya menjadi mainan dan komoditi politik. Sangat ironis, acara lelang, membuka peluang, untuk caci maki terbang. Apa motif politik di balik ini? Apakah ada sisa kekecewaan Munas Golkar 2019 yang gagal menjadi ketua umum? Atau apa? Bolehkah kita bertanya? Kasihan bapak presiden, MPR dan BPIP, lembaga yang seharusnya dihormati, namun dicaci, hanya karena sebuah acara lelang abal-abal ini.

Keenam, berapa hasil dari lelang yang memilukan dan memalukan ini? Sekitar 4 miliar. Coba bandingkan dengan Konser dari rumahnya alm Didi Kempot. Lelang hasil 4 miliar ini melibatkan lembaga MPR, BPIP dan motor presiden. Didi Kempot hanya didukung satu stasiun TV. Dari hasil yang diperoleh 4 miliar dibandingkan dengan kerusakan nama lembaga penyelenggara dan presiden  sebandingkah?  Apakah perlu acara lelang untuk mengumpulkan 4 miliar bagi lembaga sekaliber  MPR dan BPIP?

Ketujuh, pelaksanaan virtual, tapi ada foto bersama dengan peneyelenggara. Ini lelang virtual atau foto bersama. Lihat Didi Kempot di rumahnya. Ros di studio Kompas TV. Tidak harus foto bersama. Virtual saja. Ini lelang virtual, tapi penyelenggara foto bersama. Akhirnya ini juga diributin dengan isu pelanggaran PSBB. Presiden juga yang disalahkan. Penegakan hukum juga dituduh diskriminatif. Apa sih yang dicari dari penyelenggaraan lelang ini? Jumlah uang yang diperoleh kalah jumlah dengan Didi Kempot. Yang besar jumlahnya adalah kerusakan.

Dari berbagai pertanyaan dan uraian diatas, patut kita bersedih di hari ini. Ketika negara kita sedang berjuang habis-habisan melawan Covid-19, kenapa banyak pekerjaan yang kontra produktif seperti acara lelang ini yang terjadi? Pro kontra pendapat soal PSBB, soal pemberian bantuan, data dan uangnya dari mana, entah berapa puluh lagi masalah yang dimunculkan akibat sikap dan perilaku para pejabat kita.

Program seperti ini bukan saja tidak membantu, malah sangat mengganggu. Apakah MPR dan BPIP ini harus mengerjakan semua pekerjaan, kecuali pekerjaannya.  Sekian dulu.

Terima kasih. Salam dan doa.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun