Setelah pelaksanaan lelang, hasilnya diumumkan setelah seluruh pembayaran telah dipenuhi oleh peserta lelang. Biasanya ada waktu untuk melakukan pembayaran. Setelah itu barulah barang yang dilelang diserahkan. Jika barang bergerak bisa diserahkan langsung dengan dokumen lelang. Jika barang tidak bergerak, maka dilanjutkan dengan pengurusan dokumen akta dan segala syaratnya.
Uraian tadi hanyalah penyampaian sederhana tentang salah satu bentuk acara lelang biasa dilakukan. Â Tentu tidak sesederhana itu, jika lelang menyangkut hasil putusan pengadilan dan lain sebagainya. Apakah lelang virtual bisa menabrak semua ketentuan acara sebuah lelang? Tentu saja tidak. Lalu kenapa lelang yang dilakukan MPR dan BPIP ini bisa dilakukan secara virtual dan menimbulkan masalah?
Ada beberapa hal yang janggal yang patut dipertanyakan dari acara lelang tersebut.
Pertama, apakah MPR dan BPIP sudah memenuhi syarat sebagai lembaga penyelengara lelang yang berizin?
Kedua, apakah MPR dan BPIP mempunyai ruang lingkup atau tupoksi untuk melakukan acara lelang?
Ketiga, apakah acara lelang tersebut memenuhi syarat peserta lelang dengan uang jaminan sebagaimana lelang biasa?
Keempat, apakah informasi lelang dan barang yang dilelang sudah disampaikan dengan baik dan benar kepada peserta lelang? Kenapa peserta lelang M.Nuh dari Jambi menganggap dia dapat undian?
Kelima, apakah waktu pelaksanaan lelang ini sudah direncanakan dengan waktu yang tepat? Hal ini berkaitan dengan menjelang lebaran.
Masih bisa kita lanjutkan dengan berbagai pertanyaan lain yang berkaitan dengan prinsip dan aturan penyelengaraan sebuah lelang secara sederhana.
Kenapa hal-hal tersebut diatas harus dipertanyakan.
Pertama, MPR dan BPIP sudah mempunyai tugas yang jelas. MPR sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, BPIP dalam aturan pembentukan lembaga tersebut jelas uraian tugas pokok dan fungsinya. Dan menyelenggarakan lelang bukan pekerjaan MPR dan BPIP.