"Wah, malang benar itu," timpal kakek.
  "Ada yang menamakan dirinya profesor akal sehat. Padahal kenyataannya dia tidak profesor dan akalnya selalu  tidak sehat. Dia menyampaikan pikiran bengkok dan bungkuk juga. Tak ada orang yang benar menurut dia," kata cucu.
  "Mengaku profesor, ternyata tidak profesor.  Akal sehat, ternyata akalnya tidak sehat," kata kakek seakan mengulang perkataan cucunya.
  "Ada yang mantan menteri selalu nyinyir mengatakan menteri sekarang amatiran, tidak bisa mengelola uang negara. Padahal menteri kita ini bekas pejabat reputasi dunia, sementara dia hanya lokal dan menteri pecatan, " kata cucu.
  "Apa maksudnya menteri pecatan?" Tanya kakek.
  "Pernah menjabat menteri, namun karena hanya bicara hebat, tapi tak bisa menjalankan apa yang dibicarakannya, yah dipecat. Sekarang dia kerjanya pidato dan bicara disana-sini dengan pikiran bengkok dan bungkuk terus. Dan banyak lagi yang lain yang kerjanya nyinyir dan mempunyai jenis kelamin yang sama," kata cucu.
  "Jenis kelaminnya sama? Apa maksudnya?" selidik kakek.
  "Jenis kelamin pemikirannya yang sama kek, bengkok dan bungkuk," jawab cucu seenaknya.
  "Wah kau mengikuti dan memonitor terus pemikiran mereka ya?" tanya kakek.
  "Ya lah kek. Ada satu stasiun TV tempat mereka berkumpul, ada beberapa media dan media sosial tempat mereka mengembangbiakkan pemikiran mereka itu. Kami sebagai generasi masa depan harus belajar keras saat ini untuk memahami gerakan pemikiran bengkok dan bungkuk ini. Kami tidak mau meniru yang tidak baik, tapi hanya meniru yang baik, lalu mengembangkannya untuk masa depan bangsa yang lebih baik. Semua warga negara boleh kritis, tapi harus konstruktif. Jangan destruktif," kata cucu.
  "Apa maksudnya itu?" tanya kakek.