Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sang Orator Cilik

8 Mei 2020   22:46 Diperbarui: 8 Mei 2020   22:43 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

   "Ini kan soal momen. Pas ada seperti itu diunduh, langsung dimanfaatkan. Semua saling mengintip," kata kakek.

   "Itu namanya kurang cerdas kek. Seharusnya bisa ditiru bapak presiden dalam menjawab cengengesan atau kritik atau sumpah serapah yang menjelekkan pemerintah. Pada waktu ada namanya Tour of The Java. Selama sebulan mereka komat-kamit ribut soal kebijakan pemerintah ini itulah dan berbagai kekurangan pemerintah. Presiden sangat tenang menghadapinya. Berpikir cermat, bertindak cerdas. Tiba-tiba satu pagi presiden berkunjung ke Hambalang, proyek mangkrak dan korupsi 2,3 triliun itu. Masuk media, viral, apa yang terjadi? Semua diam seribu bahasa, tour sebulan amblas dan senyap. Begitu cara menyindir. Cermat dan cerdas. Bukan seperti ini menyindir soal bapak, anak, cucu dan cicit. Beraninya kepada anak kecil saja. Dan permainannya kecil,"  kata cucu.

   "Wah hebat ceramahmu pagi ini," kata kakek memuji cucunya.

   "Harus begitu dong.  Eleganlah. Jangan percuma punya pengalaman dan pengetahuan sampai sekolah ke luar negeri, namun tidak bijaksana," kata cucu.

   "Oke, kalau begitu bagaimana cara yang elegan untuk menjawab pidato gadis cilik ini?" tanya kakek.

   "Ini baru permainan yang elegan. Pertanyaannya juga memakai kata elegan," kata cucu.

   "Ah, jangan banyak ngomong, jawab pertanyaan saya," kata kakek.

   "Jadi begini kek. Kata orang bijak dan pintar, jika kau mau membantah sebuah isi buku, maka tulislah buku untuk membantahnya. Jika kau ingin mengkritik sebuah tulisan, buatlah tulisan untuk mengkritiknya. Kalau ada pidato yang ingin kau bantah, buatlah pidato yang membantahnya," jawab cucu.

   "Jadi pidato gadis cilik ini harus dijawab dengan pidato?" tanya kakek.  

   "Itu betul. jangan seperti teman saya di sekolah kek. Ada satu orang yang selalu mengomentari isi majalah dinding kami. Setiap ada orang membuat puisi, dia selalu berkomentar, puisinya tidak bagus. Tak jelas. Kalau ada yang membuat gambar atau karikatur, tidak bagus. Semua tidak bagus. Alasannya saya kan mengkritik. Padahal sudah menilai dan menghakimi. Dan ironisnya dia tidak pernah menulis puisi, membuat karikatur atau apalah karya di majalah dinding. Makanya kalau dia membicarakan isi majalah dinding,  tidak ada lagi yang menanggapi, dianggap siaran radio yang rusak. Mengerikan. Jadi jangan seperti itu kek," kata cucu.

   "Jadi siapa yang harus diminta berpidato menjawab pidato gadis cilik itu?" tanya kakek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun