Mohon tunggu...
Moh. Nabil Chaidar
Moh. Nabil Chaidar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 21

Bismillah... Coba aja dulu, kalo cocok? Lanjutin !

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hilangkan Asumsi Negatif Masyarakat Terhadap Santri!!

14 Desember 2022   21:20 Diperbarui: 5 Januari 2023   00:53 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eksistensi santri di Indonesia dari zaman dahulu sampai detik ini tidak bisa diragukan. Indonesia memiliki banyak sekali Pondok Pesantren yang tersebar di berbagai penjuru. Tercatat di Kementerian Agama (Kemenag) hingga bulan November jumlah Pondok Pesantren ada 27.722 unit dengan jumlah santri yang tercatat sebanyak 4.175.531 jiwa.

Sjarah santri pun jangan pernah kita lupakan. Dengan semangat jihad yang gigih tanpa ada rasa takut dan rela mengorbankan segala hal. Di zaman penjajahan, ulama dan para santri sudah menyumbangkan jiwa dan raga menjadi garda terdepan untuk mewujudkan kemerdekaan negara tercinta yaitu Indonesia. Namun, sangat disayangkan.

Asumsi masyarakat tentang santri itu masih beranggapan sebelah mata. Ada orang tua yang tidak mau memasukan anaknya ke Pondok Pesantren karena menilai belum jelasnya atau sulit prospek kerja jika menjadi santri. Bahkan, masyarakat menilai beberapa prilaku ketika sudah lulus seperti tidak mencerminkan santri. Ditambah Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat Pondok Pesantren sebagai urutan kedua dalan kekerasan seksual.

Di tahun 2021 terjadi kasus asusila di daerah Bandung, yang korbannya sampai belasan santriawati dan beberapa bulan kebelakang ada kekerasan yang terjadi di beberapa Pondok Pesantren bahkan Pesantren yang terkenal di Jawa Timur. Problematika tersebut membuat berkurang kepercayaan masyarakat terhadap lingkungan Pesantren terkhusus kepada santri.

Oleh karena itu, kita sebagai santri harus menghilangkan stigma buruk terhadap Pesantren yang tersebar di masyarakat. Yaqut Cholil Qoumas selaku Menteri Agama (Menag) memberikan arahan ketika Peringatan Hari Santri 22 Oktober di Universitas Islam Negeri (UIN) KH. Abdurrahman Wahid kepada seluruh santri di Indonesia untuk melawan ketidaksukaan dan kebencian masyarakat terhadap santri, dengan belajar yang giat serta prestasi dan sudah menjadi kewajiban santri untuk berdidaksi tinggi menjadi garda terdepan dalam meneruskan bangsa Indonesia ini.

Zamkhsari Dhofier (1994:18) berpendapat dalam bukunya yang berjudul Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Pesantren atau Pondok Pesantren secara etimologi merupapakan kata yang asalnya yaitu "santri" dengan ditambahi awalnya "Pe" dan akhirnya "an" yang memiliki arti tempat tinggal untuk para santri. Pendapat ini memiliki keserasian ketika kita mendengar kata "pesantren" maka yang akan terbersit dalam pikiran yaitu tempat bermukimnya para santri untuk belajar dan menggali ilmu keagamaan.

Sedangkan kata "santri" sendiri menurut NurCholish Madjid (1997:19-20) dalam bukunya yang berjudul Bilik -Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, menerangkan ada yang berpendapat dari bahasa Sansekerta dan bahasa Jawa. Menurut bahasa Sansekerta asal kata "santri" yaitu "sastri" yang memiliki arti melek huruf. Sedangkan menurut bahasa Jawa asal kata "santri" yaitu "cantrik" yang memiliki arti orang yang senantiasa mengikuti seorang guru, pergi maupun menetap.

Kita dapat pahami bahwasannya santri itu adalah seseorang yang sedang bermukim di suatu tempat dengan tekad yang kuat dan gigih untuk belajar dan menggali ilmu - ilmu agama serta senantiasa berprilaku baik dan takzim kepada yang menyampaikan ilmu tersebut yaitu guru atau yang sering kita dengar dengan sebutan ustadz atau kiyai.


Pengertian dari kata "santri" diatas ini menunjukan konotasi positif terhadap santri karena kita bisa simpulkan menjadi santri itu bukan suatu hal yang buruk dan tidak seperti stigma buruk yang di asumsi oleh masyarakat terhadap santri. Kita dapat menganalogikannya, ketika kita mendengar ada suatu makanan yang sedang viral dan masyarakat sekitar mengatakan bahwa makanan tersebut sangat enak namun kita tidak akan
mengetahui rasa yang sebenarnya sebelum kita datang ke tempat tersebut dan mencicipinya.


Begitupun kita tidak akan mengetahui makna santri sebelum merasakan menjadi santri. Di pesantren pun tidak hanya tempat sebagai para santri menuntut ilmu agama dan pembentukan karakter. Namun, tempat ini juga menjadi proses para santri untuk menjadi penerus bangsa ini dan sudah semestinya para santri mempunyai nilai dedikasi tinggi untuk meneruskan perjuangan ulama di negri ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun