Vihara adalah tempat ibadah umat Buddha. Tapi, uniknya vihara di negeri  ini ramai dikunjungi oleh umat Islam baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Untuk membuktikannya, penulis mengajak anda ke negeri tersebut. Namanya adalah Tanjungpinang, Ibukota Kepuluan Riau. Sebagaimana kita ketahui Provinsi Kepulauan Riau dihuni mayoritas umat Islam. Negeri ini identik dengan etnik melayu. Islam adalah agama wajib bagi orang Melayu.Â
Etnik Melayu dan Islam adalah satu kesatuan yang utuh. Di negeri ini kita bisa melihat wajah Islam yang sebenarnya. Islam yang toleran dan Rahmatan Lil Alamin. Umat agama lain seperti Kristen, Buddha, Hindu dan lain-lain hidup berdampingan dengan rukun dan damai dengan pemeluk agama mayoritas. Umat Buddha misalnya, penganutnya berjumlah 6,5 % dari total penduduk Kepri. Namun umat Budha memberi warna tersendiri di Kepri.Â
Di Ibu kota Kepri, Kota Tanjungpinang ada sekitar 3 (tiga) Vihara Besar yang terkenal hingga ke luar negeri yang dibangun oleh umat Buddha. Mulai dari Vihara Dharma Sasana yang berusia lebih dari 300 tahun. Di Vihara ini selain Patung buddha terdapat Patung Tangan Seribu, Patung Kera Sakti dan sebagainya. Kemudian Vihara Avalokitesvara yang merupakan Vihara terbesar di Asia Tenggara, dan yang terbaru adalah Vihara Ksitigarbha Budhisatta atau lebih dikenal dengan nama Vihara Patung Seribu.
Vihara-vihara ini selain ramai dikunjungi oleh Umat Buddha baik dari dalam maupun luar negeri untuk beribadah, juga ramai dikunjungi oleh umat Muslim baik dalam maupun mancanegera untuk berekreasi. Lho kok bisa, apa tidak dilarang? Inilah uniknya kerukunan umat di Kota Tanjungpinang dan Kepri umumnya.
Penulis baru-baru ini menyempatkan diri untuk berkunjung ke Vihara Patung Seribu yang baru saja diresmikan pada  Jum,at 10 Februari 2017 lalu oleh Gubernur Kepuluan Riau. Penulis mendapat kabar semenjak diresmikan oleh pengurusnya Vihara ini kemudian dibuka untuk umum. Penulis penasaran karena sebelumnya Vihara ini tertutup. Kalau ingin melihat-lihat harus curi-curi masuk meminta izin kepada pekerja atau penjaganya. Ketertarikan penulis adalah karena disini ada patung seribu dengan mimik wajah berbeda.Â
Unik kan? Sekarang Vihara yang dibangun dengan memakan waktu kurang lebih 14 tahun ini, dibuka untuk umum mulai selasa - Minggu mulai pukul 07.00 WIB - 17.30 WIB. Selama itu ramai sekali pengunjung yang datang untuk sekedar berekreasi melihat keunikan patung-patungnya dan model bangunannya, seakan serasa di Negeri Tiongkok,, apalagi di akhir pekan, atau hari-hari libur. Bahkan pengunjung terbanyak adalah umat Islam.Â
Untuk berkunjung kesini, membutuhkan waktu lebih kurang 30 menit dari Pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang dengan menggunakan Taksi atau Travel, atau hanya 5 menit dari Bandara Raja Haji Fisabilillah. Vihara ini berada 500 m dari jalan Utama Tanjungpinang - Kota Kijang, Bintan. Sesampai di Vihara ini, anda akan diarahkan oleh petugas parkir yang parkirannya dikelola oleh masyarakat setempat. Â Karena Vihara ini berada diatas bukit, maka parkirannya pun agak naik sedikit di pinggang bukit tersebut. Anda harus berhati-hati jika mengendarai kendaraan sendiri karena jalannya cukup terjal. Sewa parkirannya adalah Rp. 5000 untuk sekali parkir.Â
Umat Buddha menyebut patung-patung tersebut sebagai arahat yaitu murid-murid Budha yang sudah mencapai tingkat kesucian tertinggi untuk mengikuti agama Buddha. Anda juga diperbolehkan untuk foto-foto di sini, hanya saja pengunjung dilarang melewati pagar-pagar yang ada. Tujuannya tentu agar patung-patung terjaga dari tindak jahil pengungjung yang mungkin saja ada.Â
Di atas tangga ada tempat ibadah umat Buddha, di sebelahnya ada Patung Kuning dengan kolam ikan dari batu didepannya. Di kolam itu ada ikan emas yang bermain-main berlarian, anak-anak suka sekali memandangi ikan-ikan tersebut.
Anda tertarik untuk berkunjung?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H