Bagi kita orang Indonesia yang mayoritas adalah umat beragama, kata "mukjizat" bukanlah kata yang asing di telinga kita. Sedari kecil, kita mungkin sudah sering membaca atau mendengar kata "mukjizat" dari kisah-kisah kitab suci.Â
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mukjizat diartikan sebagai "kejadian (peristiwa) ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia".Â
Dalam berbagai tradisi agama seringkali mukjizat terjadi sebagai bentuk afirmasi akan kenabian seseorang ataupun campur tangan Ilahi untuk menolong pengikut-Nya.
Salah satu kisah mukjizat paling terkenal dalam Agama Samawi adalah cerita tentang Nabi Musa yang membelah laut untuk menghindari kejaran tentara Mesir. Kisah itu disebut mukjizat karena memenuhi definisi dari KBBI yaitu peristiwa ajaib yang sukar dijangkau oleh akal manusia.Â
Terlepas nyata atau tidaknya kisah tersebut, kisah itu disebut mukjizat karena secara akal kita tidak bisa menerima bahwa manusia bisa membelah laut.
Dalam kekristenan ada sebuah kisah mukjizat lainnya yang juga cukup terkenal yaitu Yesus berjalan di atas air. Sekali lagi kisah ini disebut mukjizat karna memenuhi definisi KBBI yaitu peristiwa yang sukar dijangkau oleh akal manusia.Â
Dalam pemahaman kita, tak mungkin seseorang bisa berjalan di atas air karena hal itu bertentangan dengan hukum-hukum fisika yang berlaku. 2 contoh kisah mukjizat tersebut dipercayai terjadi ribuan tahun yang lalu. Lalu pertanyaannya apakah mukjizat memang ada? Dan apakah mukjizat masih terjadi hari ini di abad ke 21 ini?
Bagi saya pribadi jawaban kedua pertanyaan tersebut adalah iya. Jika definisi mukjizat adalah peristiwa yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia, maka menurut saya mukjizat masih ada hari ini. Mukjizat itu adalah kehidupan kita sendiri. Mungkin ini terdengar klise, tapi berikut argumentasi saya.
Thich Nhat Hanh, seorang Biksu Zen dari Vietnam berkata bahwa "Orang-orang umumnya beranggapan bahwa berjalan di atas air atau di udara adalah sebuah mukjizat, tapi menurut saya mukjizat yang sesungguhnya adalah ketika kita berjalan di atas bumi ini". Semakin banyak saya membaca dan berusaha memahami alam semesta dan realitasnya, semakin saya menyadari bahwa apa yang dikatakan oleh Thich Nhat Hanh benar.
Sekarang coba renungkan sejenak fakta akan keajaiban dari hidup itu sendiri. Kita adalah bagian yang luar biasa kecilnya di alam semesta ini. Bumi yang kita injak setiap harinya adalah sebuah batuan berumur 4,5 miliar tahun yang entah mengapa mengambang di angkasa dan mengelilingi sebuah bola api raksasa yang ratusan kali lebih besar darinya.Â
Bola api tersebut yang kita semua sebut sebagai matahari ternyata hanya salah satu dari sekitar 200 -- 400 miliar bola api (bintang) yang bersama-sama  mengitari Galaksi Bima Sakti.
Tidak sampai disitu saja, Galaksi Bima Sakti ternyata bukanlah satu-satunya galaksi di alam semesta. Menurut penelitian terbaru, galaksi tempat dimana kita hidup  hanyalah salah satu galaksi dari sekitar 200 miliar galaksi yang sejauh ini diperkirakan ada di alam semesta.Â
Ya, 200.000.000.000 galaksi. Fakta-fakta ini saja terlalu ajaib dan membingungkan untuk dipahami oleh akal kita. Saya rasa menganggap hidup itu sendiri sebagai mukjizat bukanlah hal yang klise dan berlebihan.
Setiap kali saya merasa jenuh dan menganggap hidup ini monoton, fakta akan betapa ajaib dan membingungkannya eksistensi selalu menyegarkan perspektif saya. Setiap kali kita menjejakkan kaki-kaki kecil kita di atas batuan raksasa tua ini, bagi saya itu adalah mukjizat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H