Mohon tunggu...
Albertus Muda
Albertus Muda Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi membaca, menulis dan menyanyi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cinta, Waktu, dan Tenaga

30 September 2023   19:55 Diperbarui: 30 September 2023   19:59 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pernikahan di masa lalu dikatakan menguat karena masing-masing pasangan taat dan patuh pada tradisi dan adat istiadat juga pada perkawinan menurut tardisi agama seperti gereja katolik yang menekankan monogami. Selain itu, kehidupan waktu itu pun sesuai konteks sangat menunjang untuk dilangsungkan pernikahan. Misalnya, orang menikah karena sang suami seorang pekerja ulet di bidang pertanian. Maka pernikahan dilangsungkan demi menopang produksi pangan dan perlindungan dari kekerasan.

Pernikahan zaman ini tidak lagi dilakukan sebagai bentuk saling menopang dalam memproduksi hasil pertanian artinya calon suami atau istri adalah hartawan karena punya tanah yang luas. Selain itu, pernikahan juga bukan sekedar melegalkan hubungan intim agar dianggap sebagai suami dan istri. Pernikahan zaman ini mesti menjadi sebuah aktualisasi diri.

Dengan melihat rendahnya kepuasan pernikahan dan tingginya perceraian, maka pernikahan mesti selalu dievaluasi dan disadari titik kelemahannya. Kerap kita memaksakan anak-anak kita menikah karena pasangannya sudah hamil sebelum nikah. Ini kegagalan keluarga-keluarga kita. Mengapa? Karena dari kehendak mereka sesungguhnya secara batin mereka belum menyatu meski secara fisik lahiriah mereka sudah bisa menghasilkan keturunan.

Menurut Pingkan CB Rumondor, Psikolog hubungan romantis dari Universitas Bina Nusantara, Jakarta, perkawinan masa kini mesti menjadi bentuk aktualisasi diri karena dalam tingkatan ini moralitas, kreativitas, spontanitas, penyelesaian masalah, prasangka baik dan menerima kenyataan mencapai tingkat kematangan. Pernikahan menjadi sarana optimalisasi potensi diri dalam karier, hobi dan kehidupan spiritual. Pasangan yang diharapkan tak hanya rekan menjalin keintiman, tetapi juga sosok yang dapat membantu pasangan menjadi lebih baik (Kompas, 28/10/2017, hal. 14).

Meskipun demikian, harapan di atas membuat masing-masing pasangan kerap berada dalam tekanan karena masing-masing menuntut untuk memenuhi harapannya oleh pasangannya. Jika tidak terpenuhi, maka salah satu dari pasangan beranggapan pasangannya memiliki banyak kekurangan. Padahal karena pasangannya terlalu banyak meminta atau menuntut.

Menurut Abraham Maslow, aktualisasi diri merupakan tahap puncak kebutuhan manusia yang hanya bisa diraih jika kebutuhan akan makanan, tempat bernaung, kesehatan fisik, dukungan keluarga, pendidikan, integrasi sosial dan prestasi terpenuhi. Belajar membuka diri berarti ada penyingkapan diri, membahagiakan pasangan berarti belajar mengikis egoisme dan menumbuhkan kekuatan cinta dan bersedia berkorban.

Dengan demikian, setiap pasangan diharapkan  untuk menghayati tindakan- tindakan kecil dalam hidup harian sebagai ungkapan cinta antarpasangan. Misalnya, tersenyum dan tertawa bersama, saling melayani apa yang disukai, tanyakan apa perasaan pasangannya saat ini, berilah kemesraan fisik satu sama lain, buatlah kejutan kecil yang mengesankan, mintalah pendapat masing-masing tentang penampilan diri pasangan, mintalah masukannya agar bisa lebih baik lagi, bangunlah lebih awal, bernyanyi bersama dan menari bersama serta bisikan I love You setiap bangun pagi dan sebelum tidur (Paul Subiyanto, 2004).

Investasi Diri Berbuah Rahmat

Dalam konteks ini, setiap pasangan diajak sekaligus dituntut untuk menginvestasikan dirinya baik berkaitan dengan waktu maupun tenaga. Setiap pasangan perlu berinvestasi waktu dan tenaga serta mampu berpendapat, saling mendengarkan dan bernegosiasi.

Olga Khazan dalam "We Expect Too Much from Our Romantis Partners" (Kompas, 28/10/2017) mengatakan, pernikahan yang sangat memuaskan tak bisa didapat jika kita tak meluangkan waktu untuk saling memahami pasangan dan membantu mereka tumbuh lebih baik.

Investasi waktu dan tenaga dalam merawat pernikahan adalah kunci. Ada masa pernikahan balita, madya dan lansia. Di sini dibutuhkan sikap arif dan bijaksana dalam mengolah dan merawatnya agar tidak lekang dimakan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun