Mohon tunggu...
Albertus Bhego Pasa
Albertus Bhego Pasa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi Univ. Mercubuana

" Hidup Tanpa Perjuangan adalah Mati " Merupakan pribadi yang selalu berfikir positif, terbuka dan menerima kritik / saran karena sampai saat ini saya masih terus belajar .. #milineals

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2 Prof Dr Apollo: Hubungan Tax Incidence terhadap Tax Avoidance di Perusahaan

19 Mei 2021   00:31 Diperbarui: 19 Mei 2021   00:37 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang paling terbesar. Menurut Mustikasari, (2007), saat ini sekitar 80% dana APBN berasal dari penerimaan pajak. Hal ini menjadi suatu bukti bahwa penerimaan pajak telah menjadi tulang punggung penerimaan negara yang dapat diandalkan.

Peran pajak sangat besar bagi negara, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak ini mengalami kendala, salah satunya adanya aktivitas pajak dalam suatau perusahan atau biasa dikenal dengan tax incidence  untuk  melakukan penghindaran pajak atau disebut tax avoidance.  

Hubungan antara Tax Incidence (kejadian pajak) dan Tax Avoidance (penghindaran pajak) sangatlah  kompleks. Dalam kebanyakan situasi, termasuk yang paling mendekati sistem perpajakan dunia nyata saat ini, pengenaan pajak atas pendapatan perusahaan menyebabkan banyak distorsi ekonomi. Misalnya, pajak perusahaan dapat mengubah jenis investasi yang dilakukan perusahaan, jumlah investasi yang dilakukan perusahaan (misalnya, Giroud dan Rauh 2019), jumlah karyawan (misalnya, Ljungqvist dan Smolyansky 2016), dan akibatnya, upah perusahaan membayar kepada karyawannya (misalnya, Surez Serrato dan Zidar 2016, Fuest dkk. 2018).

Ketika perubahan pajak penghasilan perusahaan menyebabkan penurunan upah, insiden pajak perusahaan jatuh pada karyawan dan perusahaan menanggung pajak yang lebih sedikit. Selain itu, ketika pajak perusahaan dikenakan, perusahaan mungkin terlibat dalam aktivitas penghindaran pajak yang mahal untuk mengurangi pembayaran pajak yang harus dibayarkan perusahaan kepada pemerintah. Berdasarkan pendahuluan diatas : Apakah penghindaran pajak berhubungan positif atau negatif dengan kejadian pajak perusahaan yang menimpa perusahaan ??

Apa itw  Tax Incidence  ?

Tax Incidence merupakan teori yang menganalisa pelaku - pelaku  ekonomi mana yang sesungguhnya menanggung beban pajak. Hal ini disebabkan pelaku ekonomi yang secara hukum wajib membayar pajak belum tentu menanggung sendiri. Dengan kata lain pelaku tersebut dapat memindahkan /membagi beban pajaknya kepada pelaku ekonomi yang lain (distribusi pembebanan).

Artinya kejadian pajak di suatau perusahann merujuk pada distribusi akhir beban pajak, dilihat dari sudut pandang ekonomi, dengan adanya pajak dapat menyebabkan harga relatif berubah, dan perubahan pajak dapat mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga wajib pajak. Wajib Pajak mungkin merasakan dampak pajak pada sisi sumber atau sisi penggunaan dari persamaan pendapatan. 

Apa itu Tax Avoidance  ?

Tax Avoidance merupakan suatu skema penghindaran pajak dengan  tujuan agar dapat meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan celah  atau kelemahan ketentuan perpajakan suatu negara.

Penghindaran pajak merupakan upaya wajib pajak dalam memanfaatkan peluang - peluang yang ada dalam undang-undang perpajakan sehingga Wajib Pajak dapat membayar pajaknya menjadi lebih rendah. Aktivitas penghindaran pajak bila dilakukan sesuai dengan undang-undang perpajakan maka aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang legal dan dapat diterima.

Mengapa Wajib Pajak melakukan Tax Incidence terhadap Tax Avoidence  dalam suatu  perusahaan ?

Di Indonesia wajib pajak diberi keleluasaan penuh untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Hal ini disebabkan adanya penerapan sistem self assessment dalam undang-undang perpajakan Indonesia. Penerapan sistem self assessment seakan memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar. Perusahaan yang merupakan Wajib Pajak tentu saja ingin menekan biaya-biaya perusahaan termasuk didalamnya beban pajak. Perusahaan dapat menggunakan dua cara dalam memperkecil jumlah pajak yang harus dibayar.

Dengan sistem self assesment sistem yang berlaku di indonesia, para pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya melakukan tax incidence. Hal ini merujuk pada distribusi akhir beban pajak, dilihat dari sudut pandang ekonomi, dengan adanya pajak dapat menyebabkan harga relatif berubah, dan perubahan pajak dapat mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga wajib pajak. Wajib Pajak mungkin merasakan dampak pajak pada sisi sumber atau sisi penggunaan dari persamaan pendapatan.

Pada sisi sumber, rumah tangga wajib pajak menderita jika laba atau upah bersih yg diterimanya turun, pada sisi penggunaan, suatu rumah tangga menderita jika harga barang2 yg dibelinya naik, jika penghasilan kita tetap sama,tp harga barang yg kita beli naik 2 kali lipat, kita berada pada posisi yang sama dengan jika penghasilan kita dipotong 50% dan harga tidak berubah..

Pendeknya,, pengenaan pajak atau perubahan pajak bisa mengubah prilaku. perubahan prilaku bisa mempengaruhi penawaran dan permintaan di pasar dan menyebabkan harga berubah. Ketika harga berubah dalam pasar input atau output, beberapa rumah tangga dibuat lebih beruntung, dan beberapa merugi.

Dapat dikatakan setiap kebijakan yang diambil berpengaruh bagi perusahaan itw sendiri dan masyarakat pada umumnya

perubahan akhir ini yg menentukan beban pajak itu.

Bagaimana  Hubungan  Tax Incidence terhadap  Tax Avoidance ?

Dalam menavigasi hubungan antara insiden dan penghindaran pajak perusahaan, kami mendeskripsikan perusahaan hipotetis yang menghasilkan laba kena pajak dengan menginvestasikan modal (misalnya, membeli robot) dan mempekerjakan tenaga kerja (misalnya, mempekerjakan pekerja). Selain memilih campuran modal dan tenaga kerja, perusahaan juga memilih untuk terlibat dalam sejumlah penghindaran pajak yang mahal. Pilihan ini dibuat sedemikian rupa keuntungan dimaksimalkan. Kami secara teoritis menunjukkan bahwa hubungan antara penghindaran pajak dan kejadian pajak adalah ambigu.

Di bawah asumsi realistis, jika pajak perusahaan meningkat, perusahaan berinvestasi lebih sedikit dan permintaan tenaga kerja lebih sedikit, dan akibatnya, tingkat upah di pasar tenaga kerja akan menurun, menunjukkan bahwa setidaknya sebagian dari pajak perusahaan ditanggung oleh karyawan. Penurunan upah ini lebih besar (lebih kecil) jika pasokan tenaga kerja karyawan kurang (lebih) elastis karena karyawan meminta upah yang lebih rendah (lebih tinggi) saat bersaing untuk mendapatkan kesempatan kerja yang berkurang. Semua distorsi ini, ceteris paribus, pasti akan mengurangi output perusahaan dan menyebabkan laba sebelum pajak menyusut. Karena laba sebelum pajak lebih rendah, semuanya sama, manfaat marjinal dari penghindaran pajak menurun, dan dengan demikian perusahaan mungkin kurang cenderung menghindari pajak.

Namun demikian, distorsi pajak juga dapat mendorong perusahaan untuk mengubah campuran modal dan pajak. investasi tenaga kerja sedemikian rupa sehingga campurannya cenderung ke arah modal, khususnya, ketika upah tinggi. Pergeseran ke arah modal ini, bagaimanapun, dapat mengurangi pengurangan pajak yang tersedia bagi perusahaan karena biaya modal (yaitu, biaya pendanaan dan depresiasi) biasanya memiliki pengurangan pajak yang lebih terbatas daripada tenaga kerja. Oleh karena itu, jika peralihan ke modal memerlukan pengurangan pajak yang lebih sedikit, maka lebih sedikit output yang dilindungi dari perpajakan, dan keuntungan marjinal dari penghindaran pajak meningkat. Dengan demikian, perusahaan mungkin lebih cenderung menghindari pajak.

Kesimpulan : 

Kami menguji hubungan antara insiden pajak perusahaan dan penghindaran pajak perusahaan. Kami secara analitis menunjukkan bahwa hubungan antara penghindaran pajak dan kejadian pajak perusahaan yang jatuh pada perusahaan secara teoritis ambigu. Secara empiris, kami menemukan bukti yang konsisten di berbagai pendekatan empiris bahwa ketika insiden pajak perusahaan jatuh pada perusahaan karena penawaran tenaga kerja relatif elastis, perusahaan menghindari lebih banyak pajak. Kecenderungan ini semakin kuat jika pengurangan biaya investasi modal dibatasi dan jika perusahaan memiliki produktivitas modal yang tinggi.

Peran insiden pajak dalam keputusan penghindaran pajak berimplikasi pada penelitian akademis di masa depan. Misalnya, jika perusahaan menanggung beban pajak perusahaan yang relatif sedikit, daya tanggap keputusan perusahaan penting lainnya, seperti keputusan investasi atau struktur modal terhadap perubahan tarif pajak dapat terpengaruh. Model kami memberikan titik awal untuk memeriksa masalah ini. Lebih lanjut, penelitian kami menunjukkan perlunya mengontrol elastisitas penawaran tenaga kerja dan elastisitas permintaan konsumen saat memeriksa variasi cross-sectional dalam penghindaran pajak. Kami juga melihat pemodelan dan pengujian untuk efek interaktif dari faktor lain yang telah terbukti mempengaruhi keputusan penghindaran pajak, misalnya, tata kelola perusahaan, dengan insiden pajak perusahaan sebagai jalan yang bermanfaat untuk penelitian di masa depan.

Hasil kami juga memiliki implikasi kebijakan yang penting. Upaya baru-baru ini untuk memerangi penghindaran pajak dan peralihan laba internasional kemungkinan besar memiliki efek heterogen di seluruh perusahaan jika diterapkan secara terpisah. Inisiatif semacam itu kemungkinan akan memiliki dampak ekonomi negatif yang lebih parah pada perusahaan yang menanggung beban pajak perusahaan daripada perusahaan lain. Oleh karena itu, pembuat kebijakan harus mempertimbangkan dengan cermat interaksi insiden pajak perusahaan dengan penghindaran pajak perusahaan saat memberlakukan ketentuan yang memengaruhi pembayaran pajak eksplisit.

Sumber :

Altshuler, Rosanne, and Harry Grubert (2006): Governments and multinational corporations in the race to the bottom. Tax Notes, 110, 979--992. 

Astuti, T. P., & Aryani, Y. A. (2017). Tren Penghindaran Pajak Perusahaan Manufaktur Di Indonesia Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2001-2014. Jurnal Akuntansi, 20(3), 375--388. https://doi.org/10.24912/ja.v20i3.4

 Auerbach, Alan J. (1983): Corporate taxation in the United States. Brookings Papers on Economic Activity, 2, 451--513.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun