Mohon tunggu...
Albert Abrillian
Albert Abrillian Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer Pemula

Pribadi dengan ketertarikan di bidang sains. Senang membaca dan berbagi melalui tulisan. Saya menulis dengan hati, saya berbagi untuk negeri.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Aku Larva BSF: Modal Sampah Jadi Berkah

23 Januari 2024   09:00 Diperbarui: 23 Januari 2024   09:24 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Larva BSF (Sumber: Dokumen Pribadi)

Sampah didefinisikan sebagai benda dengan nilai kecil yang terbuang karena sudah tidak dibutuhkan atau dipakai lagi. Biasanya, sampah dihasilkan dari aktivitas masyarakat dan masih menjadi sumber permasalahan lingkungan di Indonesia. Berdasarkan laporan produksi sampah tahunan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui laman Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) (diakses pada 17 Januari 2024), diketahui bahwa total produksi sampah di 137 kabupaten/kota secara nasional pada tahun 2023 sebesar ± 17 juta ton dengan jenis sampah terbanyak berupa sampah organik (± 52%). 

Secara umum, pengelolaan sampah yang dilakukan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) menggunakan metode open dumping, yaitu penumpukan dan pembiaran sampah begitu saja tanpa usaha pemrosesan lanjutan. Metode tersebut mengakibatkan berbagai persoalan baru berupa pencemaran tanah (kontaminasi bahan kimia/toksik dari sampah), air tanah (kontaminasi dengan air lindi), udara (bau menyengat dari sampah), potensi penularan penyakit, dan mengurangi estetika lingkungan. 

Di sisi lain, dekomposisi sampah organik oleh mikroba pengurai dapat menghasilkan gas metana (CH4) (merupakan salah satu jenis gas rumah kaca) yang berpotensi menyebabkan kebakaran di area TPA ataupun pemicu terjadinya pemanasan global. Adapun metode lain dalam pengelolaan sampah meliputi controlled dan sanitary landfill, namun kedua metode tersebut membutuhkan biaya operasional yang cukup besar. Oleh sebab itu, strategi pengolahan sampah lainnya yang dapat diaplikasikan yaitu dengan memanfaatkan kemampuan larva sebagai dekomposer sampah organik.

Larva (maggot dalam bahasa Inggris) merupakan bentuk juvenil dari serangga yang mengalami fase metamorfosis sempurna. Berbicara tentang larva, nyatanya mayoritas dari masyarakat awam mengenal larva dengan nama belatung dan anggapan sebagai hewan yang menjijikkan dan mendatangkan penyakit. Padahal, tidak semua larva berpotensi sebagai vektor penyakit, malahan memiliki peran krusial bagi alam yakni sebagai agen pengurai atau dekomposer materi organik, seperti contohnya larva lalat tentara hitam (black soldier fly/BSF). 

Larva BSF berasal dari lalat tentara hitam (nama ilmiah: Hermetia illucens L.) yang memiliki kemampuan dalam mendekomposisi sampah organik dengan kurun waktu yang relatif singkat. Lalat tentara hitam secara alami hidup di sekitar tumpukan kotoran babi, sapi, ataupun unggas-unggas berukuran besar sehingga dijuluki sebagai “larva jamban” (van Huis et al., 2013). Secara singkat, siklus hidup lalat tentara hitam dari telur hingga imago berlangsung selama ± 45 hari (Saputra et al., 2023). Keberadaan larva BSF digadang-gadang sebagai solusi pengolahan limbah organik yang lebih efisien dan menjadi pendekatan inovatif bagi masyarakat guna menjaga masa depan lingkungan secara berkelanjutan (sustainable).

Kemampuan larva BSF dalam menguraikan sampah organik tampaknya sudah tidak perlu diragukan lagi karena sudah banyak penelitian dalam negeri yang membahas terkait hal tersebut. Seperti contohnya penelitian Julita et al. (2019) yang menyatakan bahwa sampah berupa sisa sayuran dan buah-buahan dapat dijadikan sebagai media pertumbuhan bagi larva BSF. Hal tersebut berarti larva BSF mampu mengolah sampah organik menjadi sumber nutrisi tubuhnya. Penelitian lain oleh Kastolani (2019) melaporkan bahwa sebanyak 56% atau 448 kg sampah organik berhasil tereduksi dengan bantuan larva BSF di sekitar bantaran Sungai Citarum, Kecamatan Dayeuhkolot. Adapun larva BSF juga mampu mendekomposisi sampah organik yang berasal dari peternakan seperti dilaporkan oleh Julita et al. (2018)

Dalam penelitiannya, larva BSF dapat bertumbuh pada media berupa kotoran domba maupun kuda, namun disarankan untuk menambahkan sampah sayuran agar kualitas pertumbuhan larva BSF lebih baik. Terkait emisi gas rumah kaca seperti metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O), pengomposan sampah organik dengan bantuan larva BSF menghasilkan lebih sedikit kedua jenis gas tersebut daripada pengomposan secara konvensional. 

Pengomposan sampah organik dengan bantuan larva BSF menghasilkan CH4 dan N2O masing-masing sebesar 2,4 mg/kg dan 1,0 mg/kg, sedangkan dihasilkan 1500 mg/kg CH4 dan 1200 mg/kg N2O ketika pengomposan dilakukan secara konvensional (Kim et al., 2021). Rendahnya emisi CH4 dan N2O disebabkan oleh minimnya kondisi anaerob pada substrat akibat adanya suplai oksigen ke seluruh bagian substrat melalui pergerakan larva BSF selama proses pengomposan sehingga menghambat kinerja metanogen dan bakteri denitrifikasi.

Penguraian Sampah Buah oleh Larva BSF (Sumber: Dokumen Pribadi)
Penguraian Sampah Buah oleh Larva BSF (Sumber: Dokumen Pribadi)

Residu pengomposan dengan larva BSF yang disebut dengan bekas maggot (kasgot) dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Menurut penelitian Agustin et al. (2023), kasgot yang dihasilkan dari pengomposan sampah nasi, sayur, dan buah dengan bantuan larva BSF dapat dijadikan sebagai pupuk organik padat karena memenuhi standar mutu pupuk organik padat yang ditetapkan oleh Kepmentan (2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun