Mohon tunggu...
Albert Chandra
Albert Chandra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Mercubuana

Albert Chandra Junior - 41522110044, Fakultas Ilmu Komputer, Teknik Informatika, PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB - APOLLO, PROF. DR, M.SI.AK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia pendekatan Robert Klitgaard, dan Jack Bologna

6 Juni 2024   21:21 Diperbarui: 6 Juni 2024   21:21 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Latar Belakang Kasus

Proyek e-KTP diluncurkan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan efektivitas administrasi kependudukan dengan menggunakan teknologi elektronik. Proyek ini menelan anggaran negara yang sangat besar. Namun, dalam pelaksanaannya, terjadi banyak penyimpangan yang akhirnya terungkap oleh KPK.

Analisis dengan Pendekatan Robert Klitgaard

Robert Klitgaard mengemukakan bahwa korupsi terjadi karena adanya monopoli kekuasaan, diskresi yang tinggi, dan rendahnya akuntabilitas. Berikut adalah analisis kasus e-KTP berdasarkan teori Klitgaard:

  • Monopoli (M): Proyek e-KTP dikuasai oleh pihak-pihak tertentu tanpa adanya persaingan yang sehat. Proses tender yang seharusnya transparan ternyata diatur sedemikian rupa sehingga pihak-pihak tertentu saja yang menang.
  • Diskresi (D): Para pejabat yang bertanggung jawab atas proyek ini memiliki wewenang besar untuk mengambil keputusan tanpa pengawasan yang memadai. Mereka dapat menentukan pemenang tender dan distribusi anggaran dengan sedikit atau tanpa kontrol dari pihak lain.
  • Akuntabilitas (A): Akuntabilitas dalam proyek ini sangat lemah. Pengawasan internal maupun eksternal tidak berjalan efektif, sehingga penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak segera terdeteksi. Laporan-laporan keuangan dan progres proyek yang tidak transparan turut mendukung terjadinya korupsi.

Analisis dengan Pendekatan Jack Bologna

Jack Bologna mengemukakan model "Fraud Triangle" untuk memahami korupsi, yang terdiri dari tiga elemen utama: kesempatan, motivasi, dan rasionalisasi. Berikut adalah analisis kasus e-KTP berdasarkan model ini:

  • Kesempatan (Opportunity): Kesempatan untuk melakukan korupsi sangat terbuka lebar karena lemahnya sistem pengawasan dan kontrol internal. Para pelaku korupsi memanfaatkan celah-celah dalam sistem untuk menggelapkan dana proyek.
  • Motivasi (Pressure/Motivation): Motivasi utama dalam kasus ini adalah keuntungan finansial. Para pejabat dan pihak terkait melihat proyek ini sebagai peluang untuk memperkaya diri sendiri. Tekanan dari kebutuhan pribadi maupun kelompok juga turut memotivasi tindakan korupsi.
  • Rasionalisasi (Rationalization): Para pelaku korupsi seringkali merasionalisasi tindakan mereka dengan berbagai alasan, seperti merasa berhak atas kompensasi lebih karena peran mereka dalam proyek, atau menganggap bahwa tindakan mereka tidak akan terdeteksi. Mereka mungkin juga berpikir bahwa tindakan mereka adalah hal yang wajar dalam budaya birokrasi yang korup.

Implikasi dan Pembelajaran

Kasus e-KTP menunjukkan bagaimana lemahnya pengawasan dan kontrol dalam proyek pemerintah bisa menciptakan lingkungan yang kondusif bagi korupsi. Dengan memahami teori-teori dari Klitgaard dan Bologna, kita dapat menyusun strategi pencegahan korupsi yang lebih efektif. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil:

  • Memperkuat Transparansi dan Akuntabilitas: Setiap proyek pemerintah harus memiliki sistem pelaporan yang jelas dan transparan, serta pengawasan yang ketat dari lembaga independen.
  • Meningkatkan Pengawasan dan Kontrol Internal: Penting untuk membangun sistem pengawasan internal yang kuat dalam setiap lembaga pemerintahan. Ini termasuk audit internal yang rutin dan independen untuk memastikan bahwa setiap tindakan dan keputusan dapat dipertanggungjawabkan.
  • Mendorong Budaya Anti-Korupsi: Pendidikan dan pelatihan anti-korupsi harus ditanamkan sejak dini pada setiap pegawai pemerintah. Selain itu, pemberian penghargaan kepada individu atau lembaga yang berhasil mencegah atau mengungkap korupsi juga dapat menjadi motivasi positif.
  • Memperbaiki Sistem Tender dan Pengadaan: Sistem tender dan pengadaan barang/jasa pemerintah harus didesain sedemikian rupa agar transparan dan terbuka untuk semua pihak yang kompeten. Proses ini harus diawasi oleh lembaga independen untuk mencegah kolusi dan nepotisme.

Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut, diharapkan korupsi dalam proyek-proyek pemerintah dapat diminimalisir dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat dipulihkan.

Korupsi adalah masalah yang sangat kompleks dan memerlukan pendekatan yang menyeluruh untuk dapat diatasi. Analisis terhadap kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) dengan menggunakan teori dari Robert Klitgaard dan Jack Bologna menunjukkan bahwa korupsi terjadi karena berbagai faktor yang saling berkaitan. Kasus ini melibatkan monopoli kekuasaan, diskresi yang tinggi, dan rendahnya akuntabilitas, serta adanya kesempatan, motivasi, dan rasionalisasi yang memungkinkan tindakan korupsi.

Faktor-Faktor Penyebab Korupsi:

  1. Monopoli Kekuasaan (Monopoly): Ketika kekuasaan terpusat pada satu atau sedikit pihak tanpa adanya persaingan, risiko korupsi meningkat. Dalam kasus e-KTP, proyek ini dikuasai oleh pihak-pihak tertentu tanpa adanya persaingan yang sehat.
  2. Diskresi Tinggi (Discretion): Pejabat yang memiliki wewenang besar untuk membuat keputusan tanpa pengawasan yang memadai dapat dengan mudah menyalahgunakan kekuasaannya. Dalam kasus e-KTP, pejabat terkait memiliki keleluasaan besar untuk menentukan pemenang tender dan alokasi anggaran.
  3. Rendahnya Akuntabilitas (Accountability): Akuntabilitas yang rendah membuat tindakan korupsi sulit terdeteksi dan dipertanggungjawabkan. Lemahnya pengawasan internal dan eksternal dalam proyek e-KTP memungkinkan terjadinya penyimpangan yang signifikan.
  4. Kesempatan (Opportunity): Kesempatan yang muncul karena lemahnya sistem pengawasan dan kontrol internal memungkinkan individu untuk melakukan korupsi tanpa risiko tertangkap yang besar. Celah dalam sistem e-KTP dimanfaatkan oleh pelaku untuk menggelapkan dana proyek.
  5. Motivasi (Pressure/Motivation): Tekanan dan dorongan untuk memperoleh keuntungan finansial menjadi motivasi utama bagi pejabat dan pihak terkait dalam kasus e-KTP. Kebutuhan pribadi dan kelompok turut memotivasi mereka untuk melakukan tindakan korupsi.
  6. Rasionalisasi (Rationalization): Pelaku korupsi seringkali merasionalisasi tindakan mereka dengan alasan-alasan yang dianggap wajar, seperti kompensasi atas pekerjaan mereka atau anggapan bahwa tindakan mereka tidak akan terdeteksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun