Mohon tunggu...
Albert Chandra
Albert Chandra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Mercubuana

Albert Chandra Junior - 41522110044, Fakultas Ilmu Komputer, Teknik Informatika, PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB - APOLLO, PROF. DR, M.SI.AK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia pendekatan Robert Klitgaard, dan Jack Bologna

6 Juni 2024   21:21 Diperbarui: 6 Juni 2024   21:21 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akuntabilitas adalah mekanisme yang memastikan bahwa individu atau organisasi bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka. Ketika akuntabilitas rendah, tindakan korupsi menjadi lebih mudah terjadi karena pelaku tidak merasa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sistem akuntabilitas yang baik melibatkan berbagai mekanisme, seperti audit independen, pengawasan oleh lembaga eksternal, dan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan. Dalam lingkungan di mana akuntabilitas ditegakkan dengan ketat, risiko korupsi dapat diminimalisir karena setiap tindakan dapat diawasi dan dievaluasi secara transparan.

Klitgaard menekankan bahwa untuk mencegah korupsi, perlu ada upaya yang serius untuk mengurangi monopoli kekuasaan, membatasi diskresi yang tidak terkontrol, dan memperkuat akuntabilitas. Ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti desentralisasi kekuasaan, peningkatan transparansi dalam proses pengambilan keputusan, dan pembentukan mekanisme pengawasan yang efektif.

Pendekatan Jack Bologna

Jack Bologna, seorang ahli dalam bidang pencegahan kecurangan (fraud), mengembangkan sebuah model yang dikenal sebagai "Fraud Triangle" untuk memahami mengapa individu melakukan tindakan korupsi. Menurut Bologna, korupsi terjadi karena adanya interaksi antara tiga elemen utama:

  1. Kesempatan (Opportunity)
  2. Motivasi (Pressure/Motivation)
  3. Rasionalisasi (Rationalization)

Mari kita bahas lebih rinci masing-masing elemen dari "Fraud Triangle":

  1. Kesempatan (Opportunity)

Kesempatan mengacu pada kondisi atau situasi yang memungkinkan individu untuk melakukan tindakan korupsi tanpa risiko tertangkap yang besar. Faktor-faktor yang menciptakan kesempatan untuk korupsi termasuk lemahnya sistem kontrol internal, kurangnya pengawasan, dan celah dalam peraturan atau prosedur yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku. Misalnya, jika dalam sebuah organisasi tidak ada mekanisme audit yang efektif, maka peluang untuk melakukan manipulasi keuangan menjadi lebih besar. Kesempatan juga dapat tercipta jika terdapat akses yang tidak terbatas ke aset atau informasi penting.

  1. Motivasi (Pressure/Motivation)

Motivasi atau tekanan mengacu pada dorongan atau kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi. Motivasi ini bisa berasal dari berbagai sumber, seperti tekanan finansial, kebutuhan untuk mempertahankan gaya hidup tertentu, atau tekanan dari atasan atau lingkungan kerja. Dalam banyak kasus, individu merasa terdesak untuk melakukan tindakan korupsi karena merasa tidak ada alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi tekanan yang dihadapinya. Misalnya, seorang karyawan yang terlilit hutang mungkin merasa terdorong untuk menggelapkan dana perusahaan guna melunasi hutangnya.

  1. Rasionalisasi (Rationalization)

Rasionalisasi adalah proses di mana individu membenarkan tindakan korupsi mereka sebagai sesuatu yang dapat diterima atau tidak salah. Proses ini melibatkan pencarian alasan atau justifikasi moral untuk meredakan rasa bersalah atau penyesalan atas tindakan korupsi yang dilakukan. Rasionalisasi bisa berupa pandangan bahwa tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan keluarga, sebagai kompensasi atas gaji yang rendah, atau sebagai reaksi terhadap ketidakadilan yang dirasakan. Misalnya, seorang pejabat yang menerima suap mungkin merasionalisasi tindakannya dengan berpikir bahwa uang tersebut adalah imbalan yang layak atas pekerjaannya yang berat.

Interaksi Antara Kedua Teori

Meskipun teori Robert Klitgaard dan Jack Bologna memiliki pendekatan yang berbeda, keduanya saling melengkapi dalam memahami penyebab korupsi. Teori Klitgaard menyoroti pentingnya struktur dan sistem yang ada dalam mencegah korupsi, sementara model Bologna lebih menekankan pada faktor-faktor psikologis dan situasional yang mendorong individu untuk melakukan korupsi.

Dalam konteks praktik, kombinasi dari kedua teori ini dapat memberikan kerangka kerja yang lebih holistik untuk mencegah dan memberantas korupsi. Misalnya, memperkuat sistem akuntabilitas dan mengurangi monopoli kekuasaan (seperti yang disarankan oleh Klitgaard) dapat mengurangi kesempatan untuk korupsi, sedangkan memahami dan mengatasi tekanan yang dihadapi individu serta mengubah cara pandang yang memungkinkan rasionalisasi tindakan korupsi (seperti yang disarankan oleh Bologna) dapat mengurangi motivasi dan justifikasi untuk melakukan korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun