Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Tiap Tapak Perjalanan

1 Februari 2025   07:14 Diperbarui: 1 Februari 2025   07:14 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memaknai tapak perjalanan. Setiap pemaknaan akan terus terjadi saat sebuah perjalanan selalu menemukan arti.

Mencoba memaknai ulang lagi sebuah perjalanan. Selamat menikmati tulisan sederhana, sesederhana nyebat ditemani kopi tubruk pagi hari.

"Hentikan" sejenak aktivitas serius

8 November lalu saya mencoba memaknai ulang perjalanan bertambahnya usia tua berdasarkan angka. Tentu ini semacam muhasabah sederhanaya introspeksi tahunan di mana jatah usia masih ada dan patut disyukuri.

Cara saya menguarai sebuah perjelanan sederhana. Hanya dengan gorengan dan sewa PES lalu bermain game bola bersama kerabat sekitar.

Sengaja dua atau tiga hari lalu tidak menggores pena. Karena memang sejenak untuk jeda. Istrahat untuk mengembalikan semangat lagi.

Mengurai semangat lagi

Tidak untuk membalaskan dendam atau pelampiasan pada diri yang lelah dalam mengarungi hari-hari. Tapi iya juga sih main PES sangan merilis stress hehehe.

Namun yang terpenting apapun aktifitasnya kita hanya perlu mengurai semangat kita lagi. Bisa jadi hari ini, kemarin bahkan nanti ada letih dan mengurainya dalah pilihan terbaik. Menjadikan hari lebih memiliki arti.

Sebuah hadiah untuk perjalanan

Perjalanan teruarai kembali bukan soal semakin tua. Saya ingin mencoba melihatnya sebagaimana proses daur ulang sampah.

Iya daur ulang sampah. Perjalanan ketika di urai lagi maka ia akan bisa dimanfaatkan kembali bahkan memberikan manfaat lebih dari sekedar daur ulang sampah itu sendiri.

Tersenyumlah dan urai lagi langkah perjalanan. Ebit G. Ade dalam lirik lagunya, "Berusahalah agar Dia selalu tersenyum".

Lirik di atas bisa kita artikan bahwa berusaha mencari hal yang disukai Tuhan adalah sebuah hadiah untuk perjalanan. Tersenyum apapun bentuknya kita bisa maknai sebagai sebuah perjalanan.

Berani melangkah

Teringat ketika usia remaja dulu. Tentang keputusan untuk merantau dan bersekolah di kota orang.

Sebagai remaja sudah memulai sebuah langkah meninggalkan kenyamanan rumah di kampung halaman sendiri. Akhirnya, tempat perantau sejak SMA kala itu mengajarkan tentang arti berani melangkah.

Begitulah kiranya jika kita merenungi syair yang dituliskan Imam Syafii, "Wassyamsu lauwaqafat fil fulqi daaimatan lamallahan naas". Artinya: Matahari jika hanya di porosnya maka (umat) manusia akan bosan dengannya.

Imam Syafii menggunakan perumpamaan matahari sangatlah dalam. Bergeraklah terus dan proseslah dengan konsisten jika ingin membawa terang layaknya mentari.

Tantangan baru

Bergerak! Menemukan tantangan baru dalam sebuah perjalanan.

Hidup selalu menemukan jalan baru. Pergilah! Suara hati teriak tak henti.

Ya, nurani manusia selalu bertutur mengikuti alur hati. Istilah alur hati kata lainnya kata hati namun lebih kepada kemauan untuk pergi karena perasaan mencar pengalaman baru.

Bahkan pejalanan menuju ketempat perantauan adalah sebuah tantangan baru. Inilah alur hati menurut pikiran liar saya.

"Lihatlah dunia dalam terang, itulah kita"

Seperti lagu terbaru Tompi berjudul "Goyang Berdendang". Tulisan kali ini kita tutup dengan satu penggalan lirik "Lihatlah dunia dalam terang, itulah kita".

Dunia dalam terang. Menatap luasnya dunia, Pergilah! Itulah kita, beranilah!

Salam 


Albar Rahman

note: saduran dari laman artikel utam media SISIPAGI edisi 13 november 2024

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun