Sebagai seorang perantau di Dusun Kayangan, Jombang, saya punya ayah angkat yang kami panggil Abah. Sebelum shalat Jumat, saya singgah ke rumahnya. Beliau menyambut dengan senyum khasnya yang penuh wibawa.
"Sebagai pengusaha, kita harus tenang," katanya. "Kalau ikut panik, suasana semakin kacau dan yang pertama terdampak ya kita sendiri."
Petuah ini seolah tamparan lembut buat saya. Beliau berujar demikian karena tantangan di dunia usaha makin berat. Peraturan baru hingga pajak 12 persen eh maaf keceplosan hehehe.Â
Dalam suasana seperti ini, ketenangan adalah modal utama. Abah Kayangan benar, silaturahmi yang tulus memberi kita ketenangan. Setidaknya, kita tahu ada orang-orang yang masih bisa diajak berbagi kebijaksanaan.
4. Hadiah Rakitan Kursi Bambu dari Mbah Dar
Siang menjelang ashar, saya mendatangi Mbah Dar. Beliau adalah sosok yang istiqomah mengumandangkan azan di langgar desa.Â
Orang tua yang penuh dedikasi. Suaranya sudah jadi alarm batin bagi warga sekitar.
Kedatangan saya hari itu membawa kejutan. Bukannya hanya mengobrol, saya malah mendapat hadiah: sebuah rakitan kursi bambu untuk tempat perkakas istri tercinta.Â
Sontak saya tertawa kecil. "Matur nuwun, Mbah! Ini pasti bikin istri saya makin sayang sama saya," kelakar saya.
Silaturahmi memang begitu, kadang tak terduga. Kita datang dengan niat menyambung hubungan, pulangnya malah membawa berkah.
Dalam kesederhanaan, ada ketulusan. Dan itu yang membuatnya istimewa.
5. Sore yang Renyah di Rumah Bu Lurah
Menjelang magrib, saya dan istri mampir ke rumah Bu Lurah. Orangnya ramah, rendah hati, dan penuh kebaikan.Â