Alam demokrasi adalah keharusan lahirnya kritik. Karena memang adanya suara lantang akan bunyi keras dari para pemikir, pemerhati, aktivis hingga intelektual yang masih merawat sentimental mereak.
Suara itu lama sudah tak dengar dari kampus ke kampus. Suara kritis itu sebaiknya diterjemahkan oleh penguasa sebagai suara nurani. Untuknya jangan tirani!
HAM dan Kritikus
Sebuah ironi jika negara demokrasi tidak menghargai dan mengejawantahkan kebebasan. Sebuah kritik seringkali dianggap makar.
Banyak kritikus akhirnya harus berhadapan dengan laporan kepolisian. Hal ini sangatlah tidak produktif.
Alam demokrasi secara legal dan perundangan menjamin bahwa Hak Asasi Manusia dilindungi oleh negara. Ketika memang pernah terjadi dan akan terjadi pelanggaran HAM maka ini jadi pekerjaan rumah yang serius bagi sebuah negara dan bangsa.
Biarkan nurani bersuara
Maka mearawat ingatan dan sejarah akan masa lalu begitu penting di alam demokrasi. Alexandra Bhona dalam buku The Politics Memory: Transitional Justice Democratizing Societies, menjelaskan bahwa keberlangsungan sebuah demokrasi itu tentang bagaimana kita merawat sebuah ingatan peristiwa penting yang terjadi. Dalam hal ini termasuk masalah prahara dan pelanggaran HAM yang terjadi sebagai sebuah catatan sejarah penting.
Tentu di setiap negara termasuk di ngeri kita sendiri terjadi banyak pelangaran HAM. Suara kritis di alam demokrasi selalu bunyi dan ada. Pembungkaman rezim kepada mereka yang kritis pun terjadi.
Harapan dari perhelatan Pemilu per 5 tahun
Ada sebuah asa pada penyelenggaraan pemilu misal. Kita hanya bisa berharap setiap di selenggarakan pemilu tiap lima tahunnya. Selalu menghasilkan pemimpin yang benar-benar demokratis.
Tidak ada lagi pembungkaman suara. Mereka yang bersuara harus dipersepsikan sebagai bagian dari anak bangsa yang teramat mencintai negeri.
Tentu setiap anak bangsa beda-beda dalam menampilkan cinta pada negeri baik dengan prestasi maupun menjadi kritis untuk bangunan sebuah peradaban negri yang lebih baik.