Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dear Gibran: Sebuah Surat Terbuka Bernuansa Sastra

9 Oktober 2024   07:45 Diperbarui: 9 Oktober 2024   07:47 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembunuhan karakter pun dilakukan. Sang Raja diceritakan sedemikian rupa, dianggap jahat dan memiliki agenda menurunkan sang Raja dari tampuk kepemimpinan. 

Agenda Kudeta

Sejak jauh-jauh hari dilakukan agenda kudeta. Bersama saudaranya dan sanak familinya serta tim di bilik-bilik pengkhianata para pengikut sang Raja. 

Mereka semua berkomplotan mengatur rencana beberapa tahun mendatang kudeta itu dilakukan dengan segala cara. Rapi dan penuh taktis, mereka mulai membuat bingung para rakyat terlebih dahulu. 

Membodohi rakyat

Tak hanya bingung tapi melakukan agenda pembodohan masal, membiarkan aksi judi online adiksi porn, dan obsesi seksual yang harusnya penyakit itu baru muncul ribuan tahun mendatang. 

Ini terjadi di zaman purba. Mustahil, lucu dan membingungkan bukan?

Membohongi Rakyat

Dengan kekuatan kekerabatan kepada penasihat Raja. Gibran mencoba mendekati pamannya itu lalu meminta untuk membuat sidang terbuka tentang cacatnya sang Raja. 

Sang paman mengiyakan. Singkatnya, rakyat pun percaya. Apakah sang Raja tinggal diam?

Sang Raja menyurati Gibran

"Dear Gibran" awal surat itu ditulis oleh sang Raja. Panjang lebar dan tersusun rapi sebab memang sang Raja adalah sosok bijaksana dengan pengalaman berguru panjang. 

Sang Raja juga seorang petarung di medan pertempuran kala usia mudanya. Beda dengan Gibran yang disuratinya. 

Intinya sang Raja hanya mengingatkan bahwa jangan sesekali memainkan api. Demikianlah inti isi surat itu. Sang raja murka dibalik senyumnya sedang amarah bak larva genung merapi di dalam dada ditutupnya dulu. 

Sang raja menunggu waktu. Menyusun strategi diam-diam, membangun ketahanan kokoh bahkan melibatkan Kemaha Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa. 

Cerita fiksi ini bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun