*tayang sebagai artikel premium bersama Komunitas Blogger Medium
Di plataran kota-kota dari kota ke kota. Sukma alam literasi kembali berdenyut. Tapi nadinya terancam mati. Saya mengamati seutas patung itu lalu dalam-dalam memikirkan. Benarkah sastra di pinggiran kota tak lagi kita temukan?Â
Ramai kota, "sepi" sajian sastra
Pernah tinggal di kota budaya. Ya, Jogja. Kota ini terbilang ramai kegiatan budaya. Tapi kenapa saya selalu haus nuansa sastra.Â
Sepekan minimal sebulan sekali mengikuti pameran kebudayaan. Tapi sudah jarang ada kegiatan sastra sebagai kebudayaan literasi. Seperti pembacaan puisi di KM 0 seperti dulu awal kuliah di kisaran 10 tahun lalu.Â
Belum lagi saya melihat toko buku besar dengan harga terjangkau di kota itu. Telah berubah jadi toko sembako. Nasib buku-buku sastra tentu nestapa. Tersusun rapi di toko buku terbilang legend di Jogja namun sepi pemburu.Â
Gang Sastra itu di Bentara Budaya Kota BaruÂ
Ketika mengunjungi Jogja bahkan kuliah atau sekolah di sana. Tidak ada salahnya mendatangi satu gang luas di tengah kotanya.Â
Kota Baru di tengah kota Jogja ada Bentara Budaya sebuah gedung di mana selalu ada pameran lukisan hingga bedah buku sastra bahkan kegiatan pameran buku-buku yang dilelang murah oleh berbagai penerbit.Â
Gedungnya tida mewah dan tidak terlalu kecil. Bentara Budaya juga setiap pekan pada senin malam selalu diadakan pertunjukan musik Jazz dan dibawakan oleh musisi lokal.Â
Gang ini asyik untuk kalian yang berkesampatan kuliah di Jogja khusunya. Tentu ini akan jadi pengalaman berharga, selain menikmati sastra kalian akan menyelami budaya lebih luas hingga menikmati musik itu sendiri.Â
Mencari buku-buku sastra di Grahatama Pustaka
Asyik kali ya, di perpustakaan memasang air phone lalu mendengarkan lagu "Wijaya Kusuma" karya Arditho Pramono. Sembari mencari-cari buku sastra di perpustkaan dengan fasilitas dan pelayanan terbaik.Â
Cerita di atas tidak sedang menceritakan perpustakaan di luar negeri. Melainkan perpustakaan itu letaknya di Jogja. Perpustakann milik pemerintahan daerah Istimewa ini menawarkan akses kenyamanan yang cukup.Â
Ya, buku-buku sastra koleksinya terbilang banyak. Kita bisa menemukan tulisan-tulisan pujangga lama seperti Sutan Syahrir dan lainnya.Â
Anggatan 45 seperti Chairil Anwar hingga Pujangga Baru tahun 80-an 90-an. Hamka, Pram juga Mochtar Lubis. Adalah rentetan pujangga yang menarik untuk dinikmati karya sastra mereka.Â
Grahatama Pustaka milik pemerintahan daerah Istimewa Yogyakarta. Menawarkan banyak buku sastra. Silahkan berkunjung jika di Jogja!
Nyore Sastra di Sudut Kampus itu
Hal yang tak kala mengagumkan cerita tentang Jogja adalah peristiwa nyore sastra di pojok kampus. Ya, melalui pak Rektor langsung arahan beliau maka acara ini pun diselenggarakan.Â
Saya berbincang dengan hangat bersama pak Rektor tentang dunia sastra. Begitu bersahaja dan terkesan santai jauh dari kata kaku dan formal. Bersama awak media lain beliau menyapa dan menerima ruang diskusi.Â
Pak. Fatul Wahid yang enggan dipanggil professor ini menjelaskan pentingnya menghidupkan sastra lagi dari kampus ke kampus. Nyore sastra ini dimulai dari pembacaan puisi karya warga kampus dari dosen, pegawai hingga mahasiswa itu sendiri.Â
Puisi alias karya sastra dikurasi dan dipilih untuk sang empunya karya tampil membacakan di sore hari. Sesekali mengasa asa dalam karya. Kegiatan ini rutin diagendakan 2 bulan sekali.Â
Untuk perdananya UII Nyore Sastra ini menghasung tema Manusia dan Agama. Menyenangkan berada dan menyaksikan langsung kegiatan yang membangkitkan alam sastra dan literasi kampus.Â
Kelak dari Kota ke Kota kita hidupkan Sastra lagi
Dari kampus itu saya menemukan satu hal yang pasti betapa sastra perlu upaya untuk dihidupkan kembali. Ia lahir dari rahim kepekaan, tak perlu gagasan yang cemerlang.Â
Melainkan sastra perlu hadir di sudut-sudut ruang kita. Setidaknya, Jogja dan prahara pengalaman saya di dalamnya membuat kita semua berpikir akan lahir kota-kota baru yang siap menghidupkan sastra.Â
Samarindah tempat di mana saya mulai berpijak di kota yang akan berdampingan dengan Ibu Kota Nusantara ini. Beranikah mengambil langkah untuk menghidupkan sastra di pojok kotanya, atau dimulai dari kampus ke kampus.Â
Kelak dari Jogja, Samarindah dan kota-kota lainnya di Indonesia. Menghidupkan sastra lagi, lalu asa dan empati mulai menemukan ruang di dinding-dinding imaji anak negeri yang kian mencerahkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H