Turunnya banyak masa ke jalan saat demonstrasi berlangsung di gedung DPR pada pekan ini. Menandakan bahwa bahwa demokrasi kita sedang tidak baik-baik saja.Â
Dalam bernegara ada kepongahan yang tidak bisa kita bendung belakangan. Isu tentang dijegalnya keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang pencalonan pilkada tanpa ambang batas kursi partai di DPR melalui putusan MK no.60 tahun 2024 ini. Merupakan putusan yang memberi kabar baik bagi demokrasi.Â
Tapi naasnya putusan di atas terancam mengalami pembegalan karena di DPR akan melawan putusan yang sudah ditetapkan. Massa aksi demonstrasi pun tejadi hingga banyak influencer terun ke jalan bersama mahasiswa dan lapisan masyarakat lainnya.Â
Dan lagi akan ada perubahan aturan akan usia pencalonan pilkada. Hanya untuk kepentingan anak dari pejabat tertinggi politik negeri ini kepentingannya terpenuhi. Alias anak dicalonkan lagi dan kontestasi politik.Â
Ugal-ugalanÂ
Tanpa basa-basi tulisan ini saya muat dengan judul dan muak yang muncul dari keresahan. "Negara ini mulai ugal-ugalan" sebuah celutuk dari sang aktro kenamaan milik negeri ini Reza Rahadian dalam sebuah wawancara di kanal politik miliki Tempo. Teman-teman bisa mengunjungi dan menikmati wawancaranya di acara yang mereka namakan 'Bocor Alus' sebuah kanal yang mendiskusikan isu politik lumayan update.Â
Negara ini mulai ugal-ugalan kata Reza baru saja belakangan ini diakibatkan oleh kecamuk dan demo di gedung DPR di mana Reza Rahadian sang aktor pun turun kelapangan untuk bersuara dan memiliki standing position tentang sikap politiknya. Sang aktor ini muak dengan kondisi bernegara belakangan.Â
Saya merenungi dan seketika teringat presiden RI ke 4 yaitu Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pernah menamakan gedung DPR sebagai gedung atau taman kanak-kanak. Gu Dur sudah melihat betapa ugal-ugalannya negeri ini sejak lama.Â
Pongahnya elit politikÂ
Kalian bikin ibu kota, kalian bikin upacara kenaikan bendera sampai 87 miliar, tapi kalian gak pernah hormatin bendera (merah putih) ini sejatinya kalian yang merobek-robeknya. Hari ini publik berkumpul lalu menjahit dan merapikannya kembali.
Celotehan salah satu pakar tata negara Zainal Mochtar baik melalui media sosial hingga orasinya saat ikut turun melakukan aksi demonstrasi di gedung DPR. Untuk menyampaikan kekecewaan atas produk demokrasi republik belakangan ini hingga kebijakannya yang selalu saja menghamburkan anggaran.Â
Pakar hukum tata negara  Zainal Mochtar. Sebagai mahasiswa Jogja tentu akrab menyapa beliau mas Uceng juga memberikan analisa mendalam betapa permainan elit politik kita alias para politisi yang memiliki jabatan saat ini hingga yang tetinggi di level jabatan presiden sekalipun. Mereka semua sedang mempertontonkan kepongahan dalam bernegara. Ini terbaca sangat amat jelas betapa eksekutif dan yudikatif hingga legislatif bermain-main dalam situasi yang sangat meresahkan.Â
Ketika fenomena baru ini tersajikan bahwa keputusan KPK dalam perhelatan Pilkada diputuskan dengan baik bahwa semua punya kesempatan yang sama untuk kontestasi malah DPR ingin mengotak-atik produk kebijakan yang sangat demikratis "tragedi ini harusnya menjadi kesadaran publik, tamparan (buat) kita semua". Bahwa memilik pemimpin kedepan jangan mau digadaikan dengan money politik.Â
Bernegara ala negeri antah berantahÂ
Mengapa indeks demokrasi kita selalu mengalami penurunan dan beberapa tahun belakangan menurut laporan dari Economist Intellegenct Unit, bahwa era Joko Widodo 10 tahun belakangan demokrasi kita menurun sejak 2015. Posisi kita jauh menurun hingga skor indeks kita di 6.0 dan menempati posisi ke 64.
Jika teman-teman pernah membaca novel dengan judul blak-balakan "Negeri Antahberantah" maka hari ini bisa menggambarkan betapa antah berantahnya negeri kita kini.Â
Ketika meraja lelanya korupsi lalu disusul dengan praktik nepotisma dan tidak sehatnya lingkungan birokrasi yang selalu saja ada oknum katanya memeras rakyat kecil. Bukankah ini gambaran negeri yang kacau balau?Â
Senerai penutup: Harapan akan Demokrasi
Beberapa hari belakangan muncul sebuah tagar di media sosial yang menggambarkan ricuhnya demokrasi hari-hari ini. Para penggiat menaikan tagar alias hestag Indonesia Emergency Democracy.Â
Jika para pakar menandakan bahwa demokrasi adalah sistem buruk yang paling baik diantara banyak sistem buruk lainnya. Hari ini tidak ada salahnya kita kawal demokrasi bersama karena menyadari akan banyak produk 'sampah' kian meresahkan. Bersuara lalu bertindak adalah langkah sempurna mengawal demokrasi.Â
Salam Demokrasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H