Ketika fenomena baru ini tersajikan bahwa keputusan KPK dalam perhelatan Pilkada diputuskan dengan baik bahwa semua punya kesempatan yang sama untuk kontestasi malah DPR ingin mengotak-atik produk kebijakan yang sangat demikratis "tragedi ini harusnya menjadi kesadaran publik, tamparan (buat) kita semua". Bahwa memilik pemimpin kedepan jangan mau digadaikan dengan money politik.Â
Bernegara ala negeri antah berantahÂ
Mengapa indeks demokrasi kita selalu mengalami penurunan dan beberapa tahun belakangan menurut laporan dari Economist Intellegenct Unit, bahwa era Joko Widodo 10 tahun belakangan demokrasi kita menurun sejak 2015. Posisi kita jauh menurun hingga skor indeks kita di 6.0 dan menempati posisi ke 64.
Jika teman-teman pernah membaca novel dengan judul blak-balakan "Negeri Antahberantah" maka hari ini bisa menggambarkan betapa antah berantahnya negeri kita kini.Â
Ketika meraja lelanya korupsi lalu disusul dengan praktik nepotisma dan tidak sehatnya lingkungan birokrasi yang selalu saja ada oknum katanya memeras rakyat kecil. Bukankah ini gambaran negeri yang kacau balau?Â
Senerai penutup: Harapan akan Demokrasi
Beberapa hari belakangan muncul sebuah tagar di media sosial yang menggambarkan ricuhnya demokrasi hari-hari ini. Para penggiat menaikan tagar alias hestag Indonesia Emergency Democracy.Â
Jika para pakar menandakan bahwa demokrasi adalah sistem buruk yang paling baik diantara banyak sistem buruk lainnya. Hari ini tidak ada salahnya kita kawal demokrasi bersama karena menyadari akan banyak produk 'sampah' kian meresahkan. Bersuara lalu bertindak adalah langkah sempurna mengawal demokrasi.Â
Salam Demokrasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H