Ada banyak spektrum cinta. Alias membicarakan cinta bisa dengan definisi lebih luas.
Bagaimanapun cinta adalah milik semua. Bukan hanya milik Romeo dan Juliet. Muaranya cinta berlaku universal. Artinya untuk semua.
Kita paham betul bahwa dibelahan sudut dunia ini ada bagian peristiwa yang saban hari hanya ada penjajahan dan kebencian. Sebutlah peristiwa di Palestina, zionis rasanya tak punya hati apalagi cinta kala memborbardir Gaza dan sekitarnya.
Belum lagi pada desember lalu. Konflik di tanah Papua rasanya tak berkesudahan. Kenapa selalu ada pertikaian? Jawaban sederhananya ialah karena krisis cinta.
Bagaimana memulai dan menumbuhkan cinta. Tentu tidak semudah ucapan. Kalaulah saja mudah tentu praktik rasial, penjajahan dan lain sebagainya sudah terhapus.
Kita akan memulainya dengan suara dan pena. Jangan berhenti suarakan aksi kemanusiaan tentu atas nama cinta. Atas nama yang gamblang tidak hanya ucapan tapi juga tindakan.
Lantas bagaimana memanusiakan manusia?
Jawablah masing-masing di dalam hati. Tak perlu diuraikan lebih jauh bak petuah tua yang terkesan basi.
Sebuah kisah imajier. Kala saya berdisukusi dengan kawan-kawan hukum. Secara ringan kami membicarakan konsep penjara yang memanusiakan.
Pada akhirnya kami sepakat untuk membangun imajinasi masa depan bahwa penjara bukanlah tempat menampung orang jahat kemudia setelah mereka lepas dari jeruji besi itu kejahatan justru meraja lela. Bukan sekali lagi!
Melainkan sebuah penjara yang memberdayakan. Ketika mereka terkurung, fasilitas berkarya disiapkan, baik sebagai seniman, penulis atau bahkan menjadi akedemisi melalu balik jeruju besi. Apa yang tak mungkin, bukan?