Sobat pena semua sebelum kita membahas tentang Laudya Chintya Bella dalam memerankan Siti Raham pada sebuah filem Biopik tentang Hamka. Fajar Bustomi memberi kejutan sebagai sang Sutradara di momen lebaran tahun ini tepat tahun 2023 ini di 1444 Hijriyah.Â
Garapan filemnya tentang Hamka dengan durasi selama 7 jam dan akan tayang secara berkala di bioskop hingga 3 kali dimulai dari Vol. I yang tayang di momen ramadan syawalan nanti ini lalu  akan tayang Vol. II dan terakhir Vol. III di waktu-waktu selanjutnya.Â
Tak ambil pusing untuk tayangan perdana setelah gala priemer saya memilih untuk segera menontonya. Melihat Jilid pertama alias Vol. I. Menceritakan perjuangan Hamka, tidak akan saya ulas di sini melainkan saya akan menilik sosok Siti Raham dan bagaimana tingkat keberhasilan Laudya Chintya Bella memerankannya?Â
Film yang digarap dengan serius disentuh dengan sutradara berdarah minang lalu diperankan oleh Vino G. Bastian memerankan sosok Hamka bersama Laudya Chintya Bella yang juga memiliki darah minang memainkan peran sebagai Siti Raham. Namun kedua pemeran ini memiliki kendala kesulitan pada bahasa minang yang era tahun 1930-an era jadul ungkap dua pemeran kenamaan di cineas negri ini.Â
Project besar film ini juga di dukung penuh oleh banyak pihak khususnya Majellis Ulama Indonesia (MUI) yang didirikan oleh Hamka dahulu, juga tentunya mendapat apresiasi besar dari Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakat termasuk sangat tua bersanding dengan Nahdatul Ulama milik negri ini.Â
Menonton film ini bagi saya adalah surga bagi para pencinta sejarah dan biografi tokoh. Hari ini kita sepakati bahwa sedang terjadi krisis tokoh, keteladanan bahkan krisis kepemimpinan. Apa sejarah yang ingin digores kelak jika demikan adanya?Â
Sebagai Ulama sekaligus pemimpin perjuangan, sastrawan sekaligus jurnalis juga politikus ulung yang kokoh pada pendirian akan cinta tanah air dan nilai Islam. Membaca Hamka dan sejarahnya serta pikiran-pikirannya tentu banyak sumbernya.Â
Namun tulisan kali ini akan melihat Siti Raham sebagai sosok yang memukau dibalik peran Laudya Chintya Bella yang berhasil memberikan warna tersendiri bagi film sentuhan Fajar Bustomi ini.Â
Secara sinematografi dan kesan kesejarahan kita tidak perlu kulik lebih jauh, suasana Makassar, Medan dan Padang Panjang diera tahun 1930-1940-an begitu lekat dengan gaya penggambilan gambar begitu klasik. Ini tidak perlu kita bahas lebih jauh, sobat pena bisa membacanya diulasan yang konsen membahas hal demikian.Â
Kembali ke sosok Siti Raham dalam film ini luput betapa Hamka sejatinya adalah rahim perjuangan dari Siti Raham. Untuk pemerannya Laudya Chintya Bella bagi saya yang kurang lebih setahun dua tahun pernah menjadi pelatih teater bagi saya dia memerankannya dengan penjiwaan penuh.Â
Sosok Siti Raham nyaris terlihat utuh walau wanita hebat satu ini sangat sedikit dicatat dalam sejrah beda hal dengan sosok Hamka sang suami  didampinginya penuh kesetiaan hingga akhir hayat.Â
Satu hal kisah paling menarik yang ditulis Hamka tentang sosok Raham. Saat saya sempat mewawancarai Dr. Okrizal Ekaputra seorang cendikiawan di Jogja sebagai dosen juga dai mengisi kajian di berbagai tempat. Saya memanggil beliau Ayahanda.Â
Tepat setelah beliau memberi ceramah di Masjid Kampus  UGM saya menyambangi dan meminta waktu untuk ngobrol dan mewawancara beliau. Beliau juga seorang yang berdarah padang asli minang. Saya meminta pandangan beliau tentang sosok Siti Raham, beliau akui bahwa sosok Siti Raham tidak banyak dituliskan dalam sejarah namun ada satu kisah menarik saat Buya Hamka ditawari menjadi Duta Besar untuk kedutaan Arab Saudi mewakili Indonesia kala itu di masa senja hidup tokoh besar satu ini. Hamka gembira akhirnya anak-anak mereka bisa disekolahkan langsung di Saudi sana.Â
Apa dan bagaimana tanggapan Siti Raham sang kekasih Hamka ini, kira-kira jika kita mendialogkannya kurang lebih demikian: "Engku Haji sudahlah menerima tawaran kerja kenegaraan semacam itu. Engku jika menerimanya maka lelah tubuh Engku haji bekerja, hilanglah kebiasaan Engku Haji membaca Al-Quran lima juz setiap harinya". Begitu ujar Siti Raham menanggapi tawaran menggiurkan ini.Â
Ayahanda Okrizal Eka Putra mengatakan dari kisah inilah akhirnya kita paham bahwa sosok Hamka sebagai sastrawan sekaligus ulama juga kita menyebutnya. Ternyata membaca Al-Quran dalam sehari itu bisa 5 juz. Inilah peran Siti Raham mendampingi Hamka tidak hanya untuk dunia semata melainkan menjaga girah untuk kehidupan yang lebih kekal bekal di akhirat kelak.Â
Diakhir tulisan ini saya akan membeberkan beberapa reaksi para mahasiswi yang menonton film Hamka di penghujung ramadan dikala banyak yang mudik film vol. I ini tayang ini tidak membuat kursi penuh di tiap ruang teater pemutaran filemnya di bioskop.Â
Namun usai menonton saya tanya ke beberapa mahasiswi asal jogja mereka sepakat bahwa Siti Raham adalah madrasah terbaik untuk anak-anak sekaligus sosok yang selalu ada buat Hamka.Â
Salam. Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI