Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Belukar Kata Dedaun Rindu: Sang Pujangga dan Doa

25 Desember 2022   17:00 Diperbarui: 25 Desember 2022   17:07 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rintiknya, beradu dan membasahi tubuh.. Dinginnya menembus sulbi tulang, dihangatkan oleh nostalgia sang kasih 

Sehabis hujan sudut kota itu raup oleh basahnya ingatanku .. Tentang dia yang pernah singgah, mendulang masa lalu.

bukankah rindu selalu bertengger di ingatan?.. Memutar kembali waktu-masa berprahara lalu yang kuat di pelukan. 

Aksarapun menghitam sepekat tinta malam.. Merangkai kata nan semak lagi belukar bak dedaunan. 

Mengutuk kisah seutas lalu adalah hal paling BODOH.. Bagi gaduhnya hati, biarkan saja jadi cerita dan beri tanda titik dengan kata SUDAH!

Pujangga kata kian merindu, beradu dan mencumbu pilu.. Lalu mengingat-ngingat falsafah pujangga  akan 'rumah rahim syahdu'. 

Bisiknya rumah itu lorong dedaun rindu dan mengajari banyak hal akan arti.. Tentang kata rahim berarti pengharapan, dosa itu pasti namun kebaikan belum pasti, untuknya tetaplah ikhlaskan hati.  

Sebelukar kata dan riuhnya peraduan.. Bagai pujangga merangkai kata, seindah itu pula doa dipanjatkan.

Merindulah, bercumbulah! Pada ingatan lorong-lorong prahara rasa.. Sebab syahdunya tak tergambarkan oleh ungkapan kata-kata.

Dedaun rindu adalah  ingatan tentang dia, memori dicumbu romansa.. Terkadang Sang Pujangga berutur, "Cinta selalu saja mencari arti walau tak menemukan artinya". 

Akhirnya, pujangga dan doa bertutur di tinta, secarik kertas dan pena.. Bahwa menjadi manusia, harus selalu menengadah pada doa-doa pengharapan tak bertepi tanpa penghujung rasa.

Salam aksara:)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun