Menyejarah memang adanya 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad dicetuskan dengan kesepakatan para Kiyai bahwa kemerdekaan wajib dipertahankan. Inilah sebuah aksi menjaga martabat bangsa dan kemanusiaan sekaligus.
Alkisah, Bung Karno mendatangi Hadratussyaikh Hasyim Asyari ketika Belanda menggunakan NICA untuk menguasai kembali Indonesia. Bung bertanya pada Hadratussyaikh apa hukum membela kemerdekaan tanah air?
Maka dengan tegas dijawab lantang WAJIB. Dari sudut singkat cerita ini tercetuslah Resolusi Jihad yang hari ini disebut sebagai hari santri.
Perlawanan Santri terhadap penjajahan nyata mengusir dan menghalau Belanda untuk sebuah kemerdekaan Indonesia. Inspirasi bagi banyak bangsa-bangsa negara lainnya betapa mahalnya sebuah kemerdekaan dari peristiwa ini.
Sejarah panjang di atas menyadarkan penulis betapa Kiyai dan Santri punya andil bagi republik ini.
Teringat ketika kunjungan ke Pesantren Tebuireng beberapa waktu lalu untuk sebuah agenda penelitian salah satu tokohnya sebut saja Kiyai Wahid Hasyim sebagai pahlawan Nasional yang berangkat dari pesantren dan merupakan santri.
Tentu saja juga Hadratussyaikh yang terkisah di atas adalah Ayah yang menanamkan rasa cinta tanah air pada anaknya Wahid Hasyim juga santri Tebuireng dan seluruh santri di manapun.
Kesempatan itu saya berkesempatan sowan (tradisi santri silaturahmi ke Kiyai atau Ulama) dan berjumpa dengan Kiyai Abdul hakim Mahfudz (Gus Kikin) yang kini sebagai pipmpinan Ponpes Tebuireng.
Dalam kesempatan itu kami ngobrol secara hangat dan mengenang Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari selaku pendiri Tebuireng dengan Resolusi Jihadnya.
Gus Kikin sangat menganjurkan bahwa mengkaji sosok ini sangatlah penting betapa beliau sangat faqih dalam ilmu Islam sekaligus sangat mencintai tanah airnya.