Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Sehari-hari menghabiskan waktu dengan buku-buku ditemani kopi seduhan sendiri. Menikmati akhir pekan dengan liga inggris, mengamati cineas dengan filem yang dikaryakan. Hal lainnya mencintai dunia sastra, filsafat dan beragam topik menarik dari politik hingga ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tangis Ibu di Lapangan Hijau

3 Oktober 2022   01:15 Diperbarui: 3 Oktober 2022   01:33 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lapangan hijau kanjuruhan dan tragedinya 

Memasuki awal oktober menyapa 

Ada ibu yang menanti kabar dari lapangan hijau

Ia siapkan masakan kesukaan anak lanangnya (anak laki) satu-satunya

Simpel saja kebiasaan anak lanang itu 

Menyantap masakan sang ibu sambil bercerita kemenangan atau kekalahan timnya

Kali ini peristiwanya sungguh berbeda 

Jauh berbeda 

Sangat berbeda 

Dan akan beda selamanya 

Ibu bertanya pada sahabat anaknya

Le, lah kenapa ini darah di kepala dimana-mana? 

Anak itu menahan sakit dan tangais susah bersua dan tak bisa bersuara 

Le, mana bagus le. Kok dia tidak membersihkan lukamu yang berdarah? 

Sang ibu terus bertanya ibah tanpa terasa linangan air mata membasahi pipi

Anak itu hanya menunjuk ke arah lapangan hijau di kanjuruhan

Ibu pun merawatnya dan membuat ia nyaman beristirahat, suara sirine ribut kesana kemari

Ibu berlari ke lapangan hijau bukan untuk menonton sepak bola

Tapi memastikan apakah kepala anaknya juga bercucuran darah

Tak di jumpai anak lanangnya satu-satunya

Sama sekali, hanya lautan manusia dan tangis pulahan ibu parubayah dipengawalan ketat oleh pengaman berseragam dengan senjata

Ibu itu sontak ikut menangis tanpa sebab dan hanya ibah 

Owh dari hijaunya padang rumput 

Ada kabar duka yang berbisik 

Bagus anak lanangnya satu-satunya harus pergi selamanya 

Dari tragedi dan kerusuhan di lapangan hijau yang baru saja menimpa

Akhirnya bait ini tak sanggup diteruskan untuk mengisahkan sang ibu. Nama Bagus selaku anak dalam puisi ini hanya fiksi. Upaya menggambarkan rasa para ibu yang ditinggal sang anak. Bagus dalam terma bahasa jawa adalah anak yang baik, pintar dan doa baik lainnya. Ibu pasti mendoakan anaknya jadi cah bagus (anak yang baik rupa dan akhlalnya). Semoga puisi yang tanggung ini tak sanggup diteruskan jadi renungan duka bersama. 

Albar Rahmam

Di balik dingin malam dini hari Yogyakarta,

Tertanggal: Tragedi kelam sepak bola terbesar kedua dalam sejarah dunia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun