Tanpa membuang banyak waktu kami kembali meneruskan perjalanan di mana puncak semakin dekat. Ada dua pilihan jalur, yang pertama, setalah Sabana 2, naik melalui rerumputan yang elevasinya cukup tegak, hampir 90 derajat, kemudian menyusuri punggungan gunung yang tidak terlalu terjal.
Jalur 2, naik dulu melalui hutan edelweis sampai di Watu Lesung, kemudian baru naik yang cukup panjang tapi langsung sampai kawasan puncak.
Kami memilih jalur kedua yang tampaknya sangat ramai. Sebagian besar pendaki lewat jalur tersebut.
Setiap pilihan mengandung resiko, ternyata lewat jalur kedua ini cukup menguras tenaga. Untuk sampai di Watu Lesung saja kami harus banyak beristirahat. Untungnya suasana cukup teduh dan angin tidak langsung menerpa kami.
Sampai di watu lesung kami kembai beristirahat untuk melahap tanjakan terakhir yang cukup menantang ini.
Elevasi, debu, panas dan angin yang cukup kencang menjelma menjadi obstacle yang cukup menantang. Irama antara kaki, jantung, dan nafas sudah mulai tidak selaras, dari yang biasanya saya memakai teknik 5 10 (lima langkah berhenti sepuluh detik) di sini ternyata tidak bisa diterapkan. Berganti menjadi 3 10, bahkan 1 10 saat sedang capek-capeknya.