Mas yoko yang berperan sebagai sweeper agak ngos-ngosan mengikuti irama jalan kami. Karena tidak menduga bisa secepat itu, selain juga karena dia membawa logistik. Sedangkan kami hanya membawa vest jadi bisa lebih ringan melangkah.
Menuju pos 2 tanjakan terjal di beberapa tempat selain itu masih landai. Tidak ada pendaki yang kami lihat maupun jumpai hanya ada patok-patok oranye yang setia menemani. Karena masih gelap, situasi dan gambaran tentang kanan kiri jalur tidak dapat terlihat dengan jelas. Debu-debu terlihat beterbangan mirip kabut.
Oksigen yang semakin menipis, debu-debu yang cukup pekat serta adanya tanjakan, membuat kami lebih sering berhenti untuk menghirup nafas dan meyelaraskan irama jantung yang sudah seperti bedug barongsai. Â
Setalah kurang lebih satu jam berjalan, kami sampai di Pos 2 yang ada semacam bale-bale untuk istirahat maupun Sholat.
Area masih berupa hutan, hanya bisa melihat keatas langit dinihari yang penuh dengan bintang gemintang.
Di sela-sela pepohonan tampak cahaya lampu-lampu kota yang mungkin penduduknya masih terlelap. Di saat seperti itu kadang ada pemikiran "ngapain tadi malam-malam naik gunung, mendingan tidur". Abaikan saja, itu sisi melow dirimu yang minta untuk menyerah.
Salah satu teman kami, Bobby, sempat melihat mbak-mbak "penghuni" Pos 2 berdiri di antara pepohonan. Gak tau kenapa mbak-mbak sangat kuat menahan dingin, hanya menggunakan kain putih saja seperti jas hujan ponco. Mungkin dia kaget ketika tiba-tiba kami datang berombongan yang menyebabkan keramaian di pagi hari tersebut.Â
Untungnya Bobby tidak histeris dan mbak-mbaknya juga cuma diam tanpa ketawa jadi tidak menimbulkan kehebohan. Sampai sekarang belum dapat dipastikan mbak-mbak itu penunggu pos 2 atau khodam salah satu dari kami.
Hanya sebentar kami beristirahat di sini, kami mulai meniti jalur yang mulai menanjak. Mas Yoko sengaja menjaga jarak dengan kami, dia tadi beristirahat agak lama di Pos 2. Entah apa yang dilakukannya, mungkin ngobrol sama mbak-mbak tadi atau karena dia sedang capek aja.