Tak terasa, entah kekuatan apa yang membawa kami menuju ke kawasan Candi Arjuna. Karena malam hari kami hanya bisa melihat reruntuhan Dharmasala dari luar pagar.
Kalau malam candinya tutup. Mungkin pengelola, bisa mempertimbangkan untuk membuka kawasan candi di malam hari.
Candi, langit malam dan bintang gemintang pastinya sebuah perpaduan yang syahdu. Tapi kami harus mengurungkan itu. Kami hanya bisa berfoto-foto didepan pintu loket yang tertutup. Tidak mengapa, tidak sedikitpun membuat kami kecewa.
Tapi kemudian, perut kembali berseru berdemo minta diisi kembali. Hawa dingin dan jalan kaki yang mempercepat pembakaran karbohidrat dan protein yang terkandung dalam semangkuk mie dan bakso.
Kami menuju food court yang ada disini, untuk memuaskan para pendemo kami sengaja memesan makanan berat berupa nasi goreng. Disini banyak tersedia makanan dan minuman, karena memang food court. Â Agak lama kami disini, menghabiskan malam dan menahan dingin.
Setelah puas ngobrol ngalor ngidul dan merencanakan perjalanan wisata untuk besok, kami segera kembali menuju home stay. Kami sudah tidak kuat bergumul dengan angin gunung yang membawa serta hawa dingin. Walaupun badan sudah bertameng jaket tebal, masih juga tak kuasa menahan serangan yang datang bertubi-tubi.
Dijalan kami melihat banner tukang pijat capek (bukan pijat lain) kami mencoba menghubunginya dan berhasil. Dia bersedia datang ke home stay untuk memijat. Tarifnya cukup murah seikhlasnya. Pijatan perpaduan shiatsu dan tradisional jawa dari Mas Yusuf membuat rileks otot kami yang tegang karena seharian dalam posisi statis duduk didalam mobil.
Selesai pijat, ternyata menimbulkan efek lain, kembali lambung bergolak minta diisi. Untuk menenangkannya kami kembali keluar menembus suhu dieng yang menurut Google pada kisaran 11 derajat. Cukup membuat kami yang tinggal didataran rendah, menggigil. Tapi tidak mengapa demi tidur yang nyenyak sekaligus karbo loading karena pada dini hari kami akan menuju Sikunir.