Mereka berdua tidak percaya akan diajak naik kembali. Mereka mogok, bersikeras tidak mau naik karena takut dengan jalurnya. Untungnya Ibu penjual ikut memberi semangat, bahwa nanggung kalau tidak naik sekalian.
Dengan setengah hati dan dongkol mereka mau tidak mau ikut dengan kami. Si Nduk cepat pulih rasa dongkolnya dan segera bisa menyuasaikan diri, lebih ceria dan berjalan cepat dengan Bunda didepan.
Si Thole yang Mood dan Mentalnya sedang turun, kembali sambat pusing dan mengomel di jalur tanjakan berbatu yang curam ini. Mental dan Mood si Thole baru pulih ketika dia bisa menyalip beberapa rombongan dan diajak mengobrol oleh mereka.
Jalan curam dengan kemiringan lebih dari 60 derajat dan berbatu kami lalui setapak demi setapak. Sesampainya di Puncak Pawitra cuaca sedang cerah sehingga rasa lelah sepanjang perjalanan terbayar lunas.
Disini kita bisa melihat pegunungan lain, pemandangan kota sekitar termasuk melihat Lumpur Lapindo.
Di Pawitra, kami tidak berlama-lama karena sudah tengah hari, sehingga matahari sedang terik-teriknya. Hanya makan bekal yang kami bawa  dan foto-foto untuk mengabadikan keindahan alam.
Perjalanan turun mejadi tantangan tersendiri. Apalagi di jalur Pawitra ke Puncak bayangan yang curam dan penuh batuan.Â
Untuk beberapa saat Thole dan Nduk harus "ngesot" untuk menuruni jalur yang mempunyai kemiringan lebih dari 45 derajat. Tapi lama kelamaan sudah bisa berdiri dan pelan-pelan berjalan normal walaupun tetap harus berhati-hati agar tidak terpeset.