Dari pos 2, karena matahari masih bersinar cukup terang, kami menyempatkan untuk foto-foto di batu yang ternyata jika dilihat sangat eksotis. Kami masih bisa menikmati pemandangan yang tidak terlihat ketika berangkat.
Saya baru tersadar bahwa medan yang kami lalui ternyata cukup terjal. Tanjakannya pun cukup tinggi. Ketika berangkat rasanya tidak seperti ini jalan yang kami lalui.
Satu persatu pendaki termasuk rombongan porter yang tadi berbincang dengan kami mulai mendahului. Suasana semakin sepi. Pendaki yang yang akan naik pun semakin sedikit. Malam menjelang, gelap mulai menyapu. Senter yang kami pakai mendaki terpakai lagi ketika turun.
Semakin lama semakin gelap, panjangnya perjalanan dan pos 1 yang tidak kunjung ketemu membuat kami sedikit gelisah. Beberapa kali kami tertipu pandangan mata, batu berwarna putih kami sangka atap seng.
Jalan gelap nan panjang menuju basecamp
Gelap benar-benar datang ketika akhirnya sampai di Pos 1. Disini kami berhenti sejenak untuk melemaskan kaki yang sedari tadi menjejak batuan. Karena berhenti pula, sarung tangan milik Rinto ketinggalan di Pos 1.
Perjalanan melewati makadam ini terasa sangat lama. Lebih lama daripada ketika kami berangkat. Padahal sudah melewati pos sayur 2 dan warung. Logikanya, perjalanan turun separuh waktu perjalanan naik. Namun rasanya tidak segera sampai. Suasana yang sepi tanpa ada suara apapun menambah sunyinya perjalanan ini.
Saking sunyinya hanya hawa dingin yang kami rasakan. Suara serangga malam yang biasanya bersahut-sahutan hari itu tidak ada sama sekali.
Hanya Mas rofiq yang seringkali memberikan semangat sambil bercanda agar suasana tidak sepi. Ditengah perjalanan kami disalip oleh sepasang Bule, saya sempat memastikan apakah mereka benar-benar manusia. Ternyata benar manusia. Mereka berjalan sangat cepat. Segera meninggalkan kami.