Mohon tunggu...
albarian risto gunarto
albarian risto gunarto Mohon Tunggu... Freelancer - saya datang saya lihat saya lalui saya tulis

bapak-bapak yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selembar Kertas yang Menyebabkan Seseorang Jatuh Miskin (Undangan Hajatan)

10 Maret 2023   14:49 Diperbarui: 10 Maret 2023   15:03 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jerat Kemiskinan Dalam Selembar Undangan

Pemerintah kebakaran jenggot, karena angka kemiskinan yang naik di akhir tahun. Padahal sudah ratusan triliun yang digelontorkan untuk program penanggulangan kemiskinan. 

Dari analisa BPS, peningkatan tersebut terdiri banyak faktor. Mulai dari kenaikan harga BBM, Kenaikan harga eceran, PHK hingga pertumbuhan ekonomi yang ternyata turun.

Masyarakat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Kemudian hal ini diperparah dengan lebih besarnya pengeluaran daripada pemasukan. Karena adanya pengeluaran tambahan yang harus dicukupi.

Sebenarnya bantuan dari pemerintah tidak betul-betul "muspro" atau sia-sia. Masyarakat sudah menerima bantuan tersebut dan sudah digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, terutama kebutuhan pangan/ sembako.

Diluar hal itu ada kebutuhan lain diluar kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Dan itu sudah menjadi tradisi yang mengakar.

Hutang amplop harus dibayar amplop, hutang beras harus dibayar beras minimal sama kalau bisa lebih dari yang diberikan diawal. Sumbangan tenaga tidak dihitung karena itu dianggap suatu kewajiban dalam bermasyarakat.

Ya betul, tradisi tersebut berkaitan dengan sumbangan atau "buwuh" atau "tonjokan" atau nama lain. Yakni memberikan sumbangan uang atau barang kepada orang yang punya hajat pernikahan, sunatan/khitanan atau hajat lain yang sengaja diada-adakan sehingga bisa menerima sumbangan. Atau bisa juga ingin menerima/mengunduh kembali apa yang selama ini sudah dia tanam.

Sudah jamak fenomena tersebut, jika memberikan sumbangan kepada orang lain dianggap sebuah investasi yang suatu saat nanti bisa untuk mengunduhnya.

Ketika pandemi melanda dan hajatan menjadi hal haram, angka kemiskinan kita bisa ikut turun. Karena para penerima bantuan tidak perlu memikirkan hal lain diluar kebutuhan pokoknya. Masyarakat tidak mempunyai beban tambahan sehingga pemasukan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Disisi lain ini menunjukkan bahwa masyarakat kita mempunyai rasa malu yang tinggi. Malu ketika tidak bisa mengembalikan apa yang sudah diberikan oleh para investor. Resikonya terlalu besar karena akan digunjing seumur hidup. Dan kemungkinan akan malu jika bertemu dengan investor yang sumbangannya tidak bisa dikembalikan.

Dibeberapa tempat malah dengan vulgar dipertontonkan apa yang telah diberikan seseorang, dengan dibuka amplopnya kemudian dibaca dengan pengeras suara.

Seorang teman ngopi di warung pernah bercerita, dia sampai "misuhi" kepada salah seorang undangan yang memberikan sumbangan yang sangat besar dan diluar jumlah kebiasaan. Dia melakukan itu (misuhi)  karena ketakutannya tidak bisa mengembalikan investasi dari orang tersebut.

Dan benar saja orang tersebut beberapa bulan kemudian ganti punya hajat mantu. Otomatis teman ngopi saya ini blingsatan untuk mencari pinjaman sejumlah uang yang pernah dia terima. -- selama mendengarkan cerita ini, saya tidak tertawa karena takut dosa --

Tradisi ini sebenarnya sebuah jeratan yang mirip lingkaran setan. Yang punya hajat meng-ada-adakan dana untuk menyelenggarakan acara tentunya berhutang sana-sini. Berharap menuai hasil investasinya. Para downline-nya (yang pernah disumbang) berhutang untuk mengembalikan dana/ barang yang pernah diterimanya, minimal sama atau ditambah dividen. Untuk sumbangan berupa uang biasanya juga mengikuti laju inflasi, tentunya nilai Rp 100.000 dua puluh atau sepuluh tahun yang lalu berbeda dengan sekarang, jadi harus menyesuaikan.

Pada akhirnya, baik yang punya hajat dan undangannya sama-sama mempunyai hutang. Hal ini berpengaruh ke kehidupan selanjutnya. Beban pengeluaran bertambah untuk membayar hutang.

Akibatnya jelas, bantuan dari pemerintah yang seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar tersedot untuk kebutuhan lainnya. Alhasil angka kemiskinan kembali naik.

Namun ini tidak terjadi terus menerus, hanya bulan tertentu saja yang dianggap sebagai bulan baik melaksanakan hajatan. Pemerintah harus tetap optimis bahwa target penurunan kemiskinan akan tetap tercapai.

Kalau perlu berlakukan lagi PPKM agar tidak banyak orang yang hajatan.

Karena Tidak Ada Makan Soto Gratis.

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun