Sebelum sampai di tempat menginap untuk mengisi perut, kami tidak sengaja menemukan hidden gem, Bakmi Jowo Mbah Pujo (ceritanya klik disini).
Malam itu Thole tidak bisa cepat tidur, gelisah bagaimana menghadapi besok. Sempat saya goda, "Piye jadi gak?"
Dia menjawab mantap, "Ya jadilah, Yah".
Sebagai satu-satunya anak yang belum sunat di kelasnya, menambah keyakinan untuk tetap melanjutkan hajatnya.
Hari H
Setelah sarapan kami berangkat menuju kediaman Juru Supit Bogem. Saat kami datang, kakeknya sudah menunggu rumah juru supit ini. Bagi yang kesulitan untuk mencari bawaan yang diminta oleh petugas, di sini ada toko yang menyediakan, jadi tidak usah khawatir.
Untuk parkir mobil tersedia sangat luas. Rumah juru supit yang terletak sebelum Prambanan ( jika dari arah Jogja terletak di kiri jalan) seperti satu komplek yang dipisahkan oleh gang. Yang sebelah barat adalah tempat parkir, kemudian rumah jawa lengkap beserta pendoponya yang cukup luas.
Tempat penyupitan terletak di timur gang, Rumah besar dengan 2 Wuwung, berbentuk limasan. Terasnya memanjang ke timur dengan bangku kayu panjang untuk para pengantar. Rumah ditimur gang ini merupakan tempat praktek khitan.
Setelah memarkir kendaraan, kami segera menuju ruang tunggu untuk daftar ulang sekaligus membayar biaya sebesar Rp750.000. Sudah ada 2 orang khitaner (dari Boyolali dan Mantingan (Ngawi) berada di ruang tunggu yang bernuansa Jawa itu.
Suara gamelan mengalun syahdu di ruang tunggu dengan interior tradisional Jawa, menenangkan. Teh dan air putih sudah terhidang dalam gelas dengan tutup yang berhias ukiran indah dan bertuliskan "Bogem".