Ada hal lucu ketika Ibunya anak-anak memesan nasi goreng. "mbak nasi gorengnya setunggal nggih?"pesan istri.
Mbaknya menyahut "nasi gorengnya pedes nopo adem?".
"kok "adem" mbak, bukane panas?" jawab istri saya sambil keheranan. "mboten pedes mbak, tapi tetap baru dimasak tho?" lanjut istri saya.
"Lha nggih adem niku mboten pedes" jawab mbak-nya dengan senyum cenderung tertawa. Kami akhirnya tertawa bersama, pembeli lain yang kebetulan mendengar juga ikutan tersenyum. Ternyata ada perbedaan arti kata "adem" pada makanan antara Klaten dan Jombang.
Para koki di warung tersebut dengan "sigrak" segera memasak pesanan kami. Minuman diantar terlebih dahulu. Yang unik lagi, minuman yang dihidangkan menggunakan gula batu, bukan gula pasir seperti pada umumnya.
Kemudian menyusul mie godok dengan banyak kuah kaldu berwarna kuning, mie yang gepeng, potongan daging ayam kampung yang besar-besar, telur, dan irisan berbagai sayuran menambah selera makan makin menggebu. Semakin lupa kalau sedang diet. Ha ha ha.
Kuahnya terasa segar, daging ayam yang kelihatannya akan melawan ketika dikunyah, ternyata terasa smooth, landai tanpa perlawanan berarti. Mienya lembut walaupun masih kenyal, dimasak dengan cukup tepat.
Kata si nduk "ini mie terenak yang pernah saya makan" dan kami semua setuju dengan pendapatnya.
Nasi gorengnya pun juga menarik, warna yang pas, tidak terlalu banyak saos, tidak terlalu banyak kecap. Potongan daging ayamnya juga gede-gede. Si thole yang memesan nasi goreng juga ikut memuji "nasi gorenngnya enak, enak banget". Dan pendapat ini membuat si Bunda yang yang jadi bendahara rumah tangga kami, memesannya untuk dibungkus.