Kalimat yang mungkin sampeyan sendiri sudah bosan mendengarnya. Entah apakah bosan karena sudah menguasai ilmu sabar dan syukur. Ataukah sebaliknya. Toh kita, manusia, sangat sukar menilai tingkat kesabaran dan kesyukuran manusia lain.
Tapi izinkan saya berpendapat. Bahwa sabar dan syukur itu saudara kembar yang ndak bisa dipisahin satu sama lain. Sabar adalah pohon keimanan. Dan syukur adalah buahnya.
"Sabar itu ada 2 macam. Sabar atas hal-hal yang kau inginkan. Dan sabar atas hal-hal yang tidak kau inginkan."
Begitu kata Imam 'Ali Kw. dengan balaghahnya yang khas. Paradox.
"Sabar sabar sabar! Capek tau Dzir! Udah capek sabar sabar ga ada gunanya!"
Mbok ya sabar... Ojo nesu-nesu begitu..
"Rasulullah saw itu tidak diperkenankan Allah untuk punya anak laki-laki. Putrinya, Fathimah dan menantunya 'Ali dimusuhi oleh Aisyah, istri beliau sendiri. Cicit-cicit beliau terus diburu dan dibunuh oleh penguasa zalim. Paman beliau tewas dibunuh di depan beliau, lalu jantungnya dimakan mentah-mentah oleh makhluk laknat. Menantu, keponakan, dan saudara beliau, Imam 'Ali tewas ditebas pedang beracun ketika sujud sewaktu shalat subuh. Hasan, cucu beliau syahid diracun oleh istri beliau sendiri setelah sebelumnya kepergok oleh beliau namun tetap dimaafkan. Husayn cucu beliau, syahid di karbala, kepalanya dipancung, tubuh tanpa kepala itu lalu diseret dengan kuda serdadu terkutuk. Jangan tanya soal kebiadaban ummat beliau yang diperjuangkan beliau mati-matian. Dilempari kotoran, dicaci-maki, dikejar-kejar konspirasi pembunuhan, dilempari, dan berbagai bentuk kezaliman lain yang tidak pernah anda bayangkan sebelumnya...."
Masih berpikir kalau sampeyan adalah orang yang paling menderita di muka bumi? Masih berpikir kalau sampeyan sudah cukup sabar?
"Ah.. tapi itu kan Nabi Dzir..."
Justru karena Nabi itu kita harusnya malu! Nabi itu jelas-jelas nilai kemuliaannya melebihi semesta sekalipun. Disayang Tuhan sesayang-sayangnya penciptaan. Dicintai Tuhan secinta-cinta kecintaan.
Lah kita? Siapa kita?