Mohon tunggu...
Andi Ardianto
Andi Ardianto Mohon Tunggu... Guru - Guru SD IT Insan Cendekia

Semoga tulisan yang saya hasilkan bisa menjadi amal yang terus mengalir.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jika Bukan Rizki yang Sudah di Genggaman Pun Tidak akan Sampai

14 Februari 2024   20:03 Diperbarui: 15 Februari 2024   08:17 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itu istri menawarkan diri membuatkan jus. Setelah beres istri memasukkan teko berisi sekitar tujuh gelas jus itu ke dalam freezer. Saya memang tidak langsung meminumnya saat itu. Selain menunggu dingin saat itu saya mengagendakan jalan-jalan sore dengan ketiga anak.

Lepas jalan-jalan saya menyimak berita di live streaming terkait quick count pilpres. "Abah tadi sudah ambil jus belum?" tanya istri di tengah keseriusan saya mengamati hasil hitung cepat dari beragam lembaga survei.

Saya sampaikan bahwa sejak tadi belum ke dapur untuk mengambil jus. Jawaban saya membuat istri heran karena separuh lebih jus sudah tidak ada. Sementara itu bekas ceceran juga terlihat nyata di bagian luar teko tempat juz disimpan.

Tumpah atau anak-anak sudah mengambil duluan, begitu pikir saya.

Setelah bertanya pada anak-anak akhirnya diketahui bahwa jus itu memang tumpah. Ada yang tidak sengaja menyenggol jus saat dia sedang berusaha mengambil makanan di kulkas.

Ok, ini tentu saja bukan perkara besar. Perkara receh.

Poin yang ingi saya tekankan bukan pada tumpahnya jus yang sudah siap dinikmati. Pada kenyataannya kejadian serupa kerap kita temukan atau alami dalam kehidupan sehari-hari.

Saya hanya terus berusaha belajar mengambil hikmah bahwa apa pun itu jika memang bukan jatah rizki kita, tidak akan pernah sampai. Sedekat apa pun jaraknya. Sebagus apa pun upaya. Serapi apa pun rencana.

Dalam skala yang lebih luas itu pun berlaku. Kita kerap seolah sudah menggenggam sesuatu yang dirasa pasti akan menjadi milik kita. Tapi kita akan tersadar bahwa tidak semua yang sudah di dalam genggaman sama dengan hak milik yang bisa dinikmati.

Maka merelakan apa pun yang hilang dari diri membutuhkan upaya tanpa henti. Entah itu rupa jabatan, kekuasaan, harta benda, anak, istri, orang tua, apa pun itu.

Sebaliknya, sebesar apa pun rintangan, seberat apa pun tantangan, segelap apa pun harapan jika itu rizki kita, percayalah ia akan menemukan jalannya.

Saya berusaha menerapkan prinsip ini dalam semua lini kehidupan.

Ternyata itu memberi efek tenang di hati. Kesadaran bahwa rizki sudah tertakar dan tidak akan tertukar bukan hanya kiasan yang ada di lisan.

Berat. Di awal kita pasti akan merasa berat untuk sampai rasa perasaan itu. Butuh banyak Latihan dan berkali-kali gagal untuk sampai pada kesadaran penuh.

Eits, bukan berarti saya sudah bisa merelakan apa pun yang hilang dari diri saya. Saya hanya terus berupaya agar kesadaran itu kian waktu kian meningkat.

Jangan sampai kita diperbudak dengan perasaan memiliki sesuatu secara utuh. Sekali lagi dalam hal apa pun itu. Jabatan, kekuasaan, uang, orang terdekat.

Saya selalu mengingat pesan yang diajarkan para guru yang dengan bijak memberi pesan terkait. "Kalau urusan dunia, jangan risau. Risaulah tentang urusan akhirat." begitu guru saya tulus memberi nasihat.

Satu lagi nasihat yang perlu kita renungkan, "... lembaran telah kering, pena telah diangkat.". Kalimat mulia itu datang dari Nabi Muhammad Saw saat memberi nasihat kepada Abdullah bin Abbas terkait nasib manusia.

Hari-hari ini di saat banyak orang melakukan beragam cara tanpa peduli halal haram untuk mendapatkan atau mempertahankan apa yang dimiliki, marilah kita kembali menengok pesan mulia itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun