"Kita dulu pernah dekat, namun karena suatu keadaan kau menghilang tanpa jejak."
Dalam kehidupan percintaan modern yang dipengaruhi oleh teknologi dan jaringan internet, fenomena seperti "dighosting" memang sering dialami oleh banyak orang.Â
Fenomena ini sering menerpa saudara, teman, sahabat, atau bahkan diri kita sendiri. Dighosting mengarah pada situasi di mana pacar, gebetan, atau orang tersayang yang tiba-tiba mendadak menghilang dari peredaran kehidupan romantis tanpa alasan jelas.Â
Tak ada alasan pasti mengenai seseorang melakukan perbuatan ghosting ini terhadap orang lain, namun dapat dipastikan hal ini tentu akan membekas dan mungkin menimbulkan trauma untuk orang yang dighosting.
Hasil riset penulis mengenai fenomena ini adalah dighosting memiliki dampak emosional yang signifikan.Â
Jika seorang wanita yang mengalaminya mereka akan mengatakan "Laki-laki semuanya sama saja". Pernyataan wanita yang menjadi korban ghosting menganggap bahwa laki-laki itu memiliki sifat yang sama. Wanita memang sering menjadi korban ghosting dalam hubungan romantis.Â
Menurut hasil riset lanjutan penulis, faktor stereotip gender menjadi alasan utama mengapa wanita sering menjadi korban. Â
Wanita dianggap membutuhkan lebih banyak dukungan emosional. Ketika seorang laki-laki tidak mampu atau tidak siap untuk memenuhi kebutuhan emosional wanita, ghosting akan digunakan sebagai cara untuk menghindari konflik dan menjadi alasan dibalik tindakannya tersebut.Â
Sebaiknya jangan terlalu gegabah untuk menilai bahwa laki-laki itu adalah biang dari mengghosting. Ini tidak ada kaitannya karena semua gender dapat melakukannya.
Pengalaman pribadi seseorang sebelumnya yang pernah merasakan dighosting juga sangat rentan untuk menjadi korban ghosting. Krisis kepercayaan terhadap lawan jenis membuatnya merasa sensitif untuk menjalin hubungan di masa depan.Â
Faktor lain yang memungkinkan mendukungnya tindakan ghosting adalah kemudahan untuk berkomunikasi melalui media sosial. Dengan banyaknya aplikasi media sosial seseorang akan lebih mudah untuk berinteraksi dengan orang lain.Â
Kemudahan dan kebebasan ini lah yang mengundang resiko sikap ketidakbertanggungjawaban dalam hubungan. Banyak orang lebih nyaman untuk menghilang secara diam-diam daripada menghadapi konflik yang memerlukan penyelesaian panjang.
Bagi kalian yang pernah mengalami dighosting tidak usah merasa minder. Itu bukanlah sebuah cerminan kekurangan terhadap diri kita. Jangan menyalahkan diri sendiri dan mengatakan bahwa diriku tidak layak untuk dicintai.Â
Ini semua tergantung mindset, cara berpikir kita untuk merefleksikan kenyataan yang terjadi. Dighosting adalah ketidakmampuan dan ketidakpercayaan pelaku yang melakukan ghosting. Jangan pernah takut untuk membuka hati pada hubungan yang lebih baik di masa depan.
Untuk mencegah terjadinya ghosting, pasangan perlu mengedepankan sikap asertif. Sikap ini sangat penting dalam membangun hubungan yang terbuka, jujur, dan menyeimbangkan individu yang saling mencintai.Â
Sikap asertif melibatkan kemampuan seseorang untuk lebih berani dalam mengungkapan pendapatnya tanpa menyinggung perasaan pasangan.
Dengan berkomunikasi secara asertif penting untuk mengatakan maksud dengan jelas dan langsung.Â
Menyampaikan kekhawatiran, keinginan, atau permasalahan dengan terbuka dan tegas yang dapat memungkinkan pasangan lebih peka dan memahami apa yang kita maksud.
Sikap asertif juga dapat menghindarkan penyalahgunaan, penghinaan, atau penghakiman yang dapat merusak hubungan dan berakhir dengan dighosting.Â
Selain itu sikap persuasif terhadap pasangan juga penting untuk diperhatikan. Sikap persuasif membangun komunikasi yang efektif terhadap pasangan.Â
Bersikap persuasif seperti mengungkapan pendapat, kebutuhan, dan keinginan dengan memperhatikan perasaan dan perspektif pasangan akan mempererat hubungan.
Sesekali kita juga perlu menggunakan sikap empati terhadap pasangan. Dengan mengedepankan sikap empati, kita menunjukkan kepada pasangan bahwa kita peduli dan memperhatikan perasaan mereka.Â
Ini membantu membangun kedekatan emosional yang lebih dalam antara kita dan pasangan. Ketika pasangan merasa dipahami dan didukung, ikatan emosional kita semakin kuat dan hubungan kita menjadi lebih intim.
Dighosting memang tidak memandang kata lawan jenis. Hal itu dapat dilakukan dan dirasakan oleh laki-laki maupun wanita. Oleh karena itu, hilangnya jejak cinta dalam fenomena dighosting adalah pengalaman yang tidak menyenangkan.Â
Namun, kita bisa belajar dari pengalaman ini dan menjadi lebih kuat. Dalam menghadapi dighosting, tetaplah yakin akan nilai diri kita, bangkit kembali, dan percayalah bahwa cinta yang sejati tidak akan pernah meninggalkan jejak yang hilang begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H