Rasya, aku ak akk,..akkuuuu..
Sudah cukup, Kei. Aku lelah denganmu. Benar apa yang Tere katakan padaku. Kau memang tak punya hati. Kamu lebih mementingkan urusan dan kebutuhanmu sendiri..
Tere? Apa yang telah ia katakan?
Tak penting. Yang terpenting adalah, aku telah menyadari bahwa kau adalah seorang penghianat besar. Aku kecewa padamu.
Aku bukan penghianat. Aku sahabatmu, Sya.
Sahabat? Tidak lagi untuk sekarang dan seterusnya. Usai bicara aku lekas berlalu.
Rasya..
Langkahku terhenti. Hatiku berontak untuk mencabut semua yang telah ku ucapkan. Namun, emosiku tak dapat teredam lagi. Oh ya, Kei. Mulai siang ini aku tidak lagi seatap denganmu. Semoga kau segera tenang atas kepergianku. Dan, terimakasih, ucapku tanpa berbalik.
******
Drrrrtttt… Drrrtttt..
Handphoneku bergetar untuk yang ke-sekian kalinya. Terpampang nama Keisya di layar handphoneku. Sudah hampir dua minggu aku tak menjawab sms atau menerima panggilan darinya. Hatiku masih nyeri saat mengingat semuanya. Aku juga menghindari Rasta. Jika Keisya memang benar-benar menginginkannya, akan ku relakan dia. Mungkin Rasta benar-benar bukan untukku.