Negara merupakan wadah untuk seluruh rakyat yang berdiam di dalamnya untuk berlindung dan mencapai tujuan bersama yakni kesejahteraan dalam hidup. Maka dalam Negara di dalamnya ada struktur-struktur pemerintahan yang mempunyai tugas khusus untuk membuat kebijakan-kebijakan berupa aturan-aturan demi kesejahteraan yang ingin dicapai bersama. Struktur Negara tersebut dituntut untuk memberikan kebijakan yang sebijak mungkin demi kepentingan rakyatnya khususnya rakyat yang berdiam didalamnya.
Sebagai masyarakat yang patuh terhadap segala peraturan yang berlaku, maka sudah sejatinya seluruh lapisan masyarakat memberikan kepercayaan penuh bahwa struktur-struktur pemerintah adalah wakil dari seluruh aspirasi rakyat yang ada di dalam negaranya.Â
Namun, pada nyatanya masih ada struktur Negara di bidang hukum khususnya dunia peradilan yang tidak berlandaskan prinsip keadilan dan kepastian hukum. Salah satu contoh kebijakannya adalah putusan putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara mulai dari tingkat PTUN , Pengadilan Tinggi PTUN sampai tingkat Mahkamah Agung, yang dalam hal ini adalah dalam salah satu contoh kasus Putusan PTUN Jakarta NOMOR : 58/G/2013/PTUN-JKT
Ringkasan Kasus
Disebutkan Bahwa Penggugat I, Penggugat II, Dan Penggugat III Telah mengajukan gugatan tehadap Gubernur Provinsi DKI Jakarta, alasan para penggugat mengajukan gugatan dikarenakan adanya Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta Nomor 361 Tahun 2013 tanggal 6 Maret 2013 Tentang Persetujuan Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum Tahun 2013 Kepada PT. Hansoll lndo, peraturan ini mengakibatkan hak konstitusi anggota Para Penggugat dilanggar dan kepentingan anggota Para Penggugat dirugikan, yang mana mereka merasa dirugikan dalam bentuk tidak dapat hidup secara layak.Â
Sebab dari itu para penggugat meminta kepada majelis Hakim PTUN Jakarta untuk memerintahkan tergugat membatalkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta Nomor 361 Tahun 2013 tanggal 6 Maret 2013 Tentang Persetujuan Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum Tahun 2013 Kepada PT. Hansoll lndo, Kemudian Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memberikan putusan pengabulan atas gugatan dari penggugat dan memenangkan pihak penggugat dengan mempertimbangkan Pokok  gugatan dari para  Penggugat  bahwa gugatan terbukti  dan  beralasan  menurut hukum.
Namun, di sisi lain karena tidak puas dengan keputusan pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta atas putusannya, disini PT. Hansol Indo yang melakukan gugatan atau mengajukan banding dalam statusnya sebagai tergugat II intervensi/pembanding. Padahal, pihak Gubernur DKI Jakarta sebagai pihak asli tergugat tidak mengajukan banding. Justru, statusnya menjadi turut terbanding.
Dengan adanya gugatan dari PT Hansol Indo, ternyata  pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan banding dari pihak PT Hansol Indo tersebut selaku tergugat II Intervensi/Pembanding. Namun, pada akhirnya Pengadilan Tinggi TUN Jakarta justru Menguatkan kembali Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. : 58/G/2013/ PTUN.JKT, tanggal 07 November 2013, sehingga pihak PT. Hansol Indo dikalahkan kembali. Maka dari itu, karena merasa tidak puas dan tidak terima atas putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta, PT Hansol mengajukan kasasi ke MA, akan tetapi kasasinya langsung ditolak mentah-mentah oleh Mahkamah Agung.
Berdasarkan analisa saya, Disini Majelis Hakim Pengadilan TUN Jakarta dalam memberikan putusan sangatlah tegas, hal ini dapat dicerminkan dalam sikap majelis hakim ketika mempertimbangkan putusan hukumnya. Yakni memberikan dasar-dasar pertimbangan hukum yang kuat sehingga putusan-putusan yang diberikan juga tepat dan benar dengan melalui ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, sehingga dengan putusannya, majelis hakim memenangkan pihak penggugat.
Namun rasanya ada sebuah perbedaan dari cara pandang hakim jika dilihat dari hasil pemeriksaan, pertimbangan, dan putusan yang dilakukan Hakim, ketika jumlah penggugat atas nama individu, dengan jumlah penggugat atas nama perwakilan anngota serikat buruh/pekerja, ataupun atas nama serikat-serikat lainnya, maka di sini hakim lebih mendengarkan suara gugatan dari wakil serikat pekerja/buruh yang memang jumlah pendukungnya lebih banyak.Â
Sehingga secara otomatis para mejelis hakim lebih hati-hati dan bersungguh-sungguh dalam memberikan keputusan, dari kasus ini kita bisa memetik sebuah pembelajaran bahwa tugas seorang hakim yang sejatinya adalah memberikan putusan terbaiknya atas prinsip keadilan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa melihat banyak sedikitnya jumlah suatu golongan penggugat ataupun tergugat.
Namun dalam putusan majelis hakim pengadilan tinggi TUN, saya rasa membingungkan dan tidak ada kejelasan dalam putusanya sehingga bagi saya terkesan ragu-ragu dan tidak ada kepastian hukum, yaitu ketika Hakim Pengadilan Tinggi TUN Jakarta telah mengabulkan permohonan banding dari pihak PT Hansol Indo sebagai tergugat II Intervensi, akan tetapi dia justru memberi putusan Menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. : 58/G/2013/ PTUN.JKT., tanggal 07 November 2013, sehingga saya melihat majelis hakim dalam memberikan putusanya tidak berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku karena hakim tidak memiliki ketegasan, sehingga jika hakim mengabulkan permohonan banding dari PT Hansol indo sebagai tergugat II Intervensi, maka seharusnya PT Hansol indo yang harus dimenangkan. Namun, pada kenyataanya hakim justru memberi putusan Menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. : 58/G/2013/ PTUN.JKT., tanggal 07 November 2013, maka dari itu saya melihat bahwa tidak ada kepastian hukum yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Sebagai lembaga peradilan di lingkungan peradilan tata usaha Negara yang bertindak sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara tingkat banding, Mereka otomatis menjadi sebuah harapan bagi seluruh rakyat di dalamnya demi tercapainya kesejahteraan dalam mendapatkan keadilan. Maka sangatlah perlu diperhatikan prinsip keadilan dan kepastian hukum sehingga rasa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan yang ada di Negara Indonesia bisa menjadi tolak ukur dari kesejahteraan rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H