Mohon tunggu...
Al Araf Assadallah Marzuki
Al Araf Assadallah Marzuki Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti Hukum

Al Araf Assadallah Marzuki adalah seorang peneliti hukum yang berfokus pada riset hukum bisnis, hukum cyber, dan hukum pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rangkap Jabatan Mayor TNI dalam Kabinet Merah Putih

21 Oktober 2024   22:59 Diperbarui: 21 Oktober 2024   23:44 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengangkatan seorang mayor TNI aktif sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) di Kabinet Merah Putih menimbulkan kontroversi karena melibatkan posisi penting yang biasanya ditempati oleh pejabat sipil. Meskipun Kementerian Sekretariat Negara dan jabatan Sekretaris Kabinet memang berada di bawah presiden, status mayor TNI tersebut sebagai prajurit aktif menimbulkan berbagai pertanyaan terkait netralitas jabatan, peran militer dalam pemerintahan sipil, serta potensi benturan kepentingan.

Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa penunjukan ini bisa melanggar prinsip reformasi TNI yang berusaha menjaga pemisahan antara peran militer dan politik. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa mayor tersebut dapat memainkan peran profesional dalam membantu presiden tanpa perlu melepaskan status militernya, dengan catatan tetap mematuhi prinsip-prinsip demokrasi dan transparansi.

Terkait penunjukan prajurit TNI aktif ke jabatan sipil seperti Sekretaris Kabinet (Seskab), regulasi yang ada di Indonesia sebenarnya sudah cukup jelas melalui beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang status prajurit dan jabatan sipil, termasuk Pasal 47 dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Regulasi ini dibuat untuk memastikan adanya pemisahan yang tegas antara fungsi militer dan sipil, yang merupakan bagian penting dari reformasi TNI setelah era Orde Baru.

Dalam Pasal 47 ayat 1 UU TNI, disebutkan bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan adanya pemisahan yang jelas antara peran militer dan sipil dalam pemerintahan.

Dengan aturan ini, seorang prajurit yang masih aktif tidak diperbolehkan menduduki jabatan sipil, kecuali jika mereka telah resmi mengundurkan diri dari dinas militer atau memasuki masa pensiun.  Pemberlakuan aturan ini juga penting untuk menjamin bahwa pejabat sipil yang diangkat memiliki loyalitas penuh terhadap pemerintahan yang demokratis, tanpa pengaruh dari hierarki militer yang bersifat komando.

Kemudian dalam Pasal 47 Ayat (2) disebutkan bahwa terdapat pengecualian yang memungkinkan prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan tertentu di lembaga-lembaga strategis negara yang terkait dengan keamanan dan pertahanan. Beberapa jabatan tersebut berada di kantor-kantor yang membidangi:

  • Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
  • Pertahanan Negara
  • Sekretaris Militer Presiden
  • Intelijen Negara
  • Sandi Negara
  • Lembaga Ketahanan Nasional
  • Dewan Pertahanan Nasional
  • Search and Rescue (SAR) Nasional
  • Narkotika Nasional
  • Mahkamah Agung

Pengecualian ini diberikan karena jabatan-jabatan tersebut erat kaitannya dengan keamanan dan pertahanan negara, di mana keahlian dan latar belakang militer dianggap sangat relevan. Kehadiran prajurit aktif di lembaga-lembaga ini diharapkan dapat mendukung fungsi strategis dalam menjaga stabilitas nasional.

Namun, di luar posisi-posisi tersebut, prajurit aktif tidak diperbolehkan menduduki jabatan sipil lainnya tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun. Hal ini bertujuan untuk tetap menjaga keseimbangan antara peran militer dan sipil serta mencegah adanya intervensi militer dalam pemerintahan sipil.

Hal ini ditegaskan kembali dalam Penjelasan Pasal 47 ayat 2 yang menekankan bahwa jabatan yang dapat diduduki oleh prajurit aktif tidak termasuk jabatan Menteri Pertahanan atau jabatan politis lainnya. Artinya, prajurit aktif hanya diperbolehkan menduduki posisi di lembaga-lembaga strategis yang berkaitan langsung dengan keamanan dan pertahanan negara, seperti yang telah disebutkan dalam ayat tersebut, tetapi mereka dilarang menjabat posisi politis, termasuk Menteri Pertahanan.

Penjelasan ini memperjelas batasan bahwa jabatan politis, seperti posisi menteri atau jabatan di ranah pemerintahan yang lebih bersifat politis, harus dipegang oleh figur yang netral dari militer aktif. Prinsip ini dirancang untuk mencegah militer aktif terlibat dalam politik praktis, menjaga demokrasi, dan menghindari militerisasi jabatan-jabatan politik dalam pemerintahan sipil.

Dengan adanya penjelasan ini, ketentuan tersebut menegaskan bahwa prajurit aktif harus tetap menjaga batas antara peran militer dan politik, serta memastikan bahwa intervensi militer dalam urusan politik tidak terjadi.

Bagaimana dengan jabatan sekretaris kabinet?

Sebagai bagian dari pemerintahan sipil, jabatan Sekretaris Kabinet berperan penting dalam membantu presiden menyusun dan mengendalikan kebijakan pemerintahan. Karena tugasnya terkait langsung dengan administrasi sipil dan bukan bidang pertahanan atau keamanan, jabatan ini "bersifat non-militer" dan lebih menekankan pada kemampuan teknokratik serta administrasi pemerintahan yang netral dari pengaruh militer.

Walaupun Seskab nantinya berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara yang mengurus dukungan administratif dan teknis penyelenggarakan pemerintahan negara, statusnya tidak menjadikannya sebagai bagian dari sektor keamanan atau pertahanan negara. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan regulasi yang ada, prajurit TNI aktif tidak diperbolehkan menduduki posisi ini kecuali jika mereka sudah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas militer.

Selanjutnya ditegaskan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2020 tentang Kementerian Sekretariat Negara, Pasal 2 menegaskan bahwa Kementerian Sekretariat Negara mempunyai tugas untuk menyelenggarakan dukungan teknis dan administrasi serta melakukan analisis urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara guna membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Artinya, Kementerian Sekretariat Negara memiliki peran vital dalam memberikan dukungan administratif dan teknis untuk memastikan kelancaran pelaksanaan tugas-tugas presiden dan wakil presiden. Tugas ini mencakup penyediaan layanan yang bersifat non-militer, termasuk pengelolaan kebijakan, pengaturan administrasi, serta analisis kebijakan publik untuk mendukung proses pengambilan keputusan dalam pemerintahan.

Jabatan Seskab, yang berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara, termasuk dalam lingkup administratif ini, berfungsi membantu Presiden dalam mengoordinasikan kebijakan serta memantau pelaksanaannya. Meski tugas Seskab penting bagi kelancaran urusan pemerintahan, jabatan ini tidak terkait langsung dengan urusan keamanan atau pertahanan negara. Dengan demikian, pengangkatan seorang prajurit TNI aktif ke posisi ini menjadi bertentangan dengan aturan yang melarang prajurit aktif menduduki jabatan sipil, sesuai dengan Pasal 47 UU TNI.

Peran teknis dan administratif Kementerian Sekretariat Negara, yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2020, memperjelas bahwa jabatan seperti Seskab harus diisi oleh pejabat yang berasal dari latar belakang non-militer untuk menjaga profesionalisme dan pemisahan yang jelas antara urusan sipil dan militer dalam pemerintahan.

Pilihan paling sesuai dengan ketentuan hukum adalah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan sebelum diangkat sebagai Seskab. Langkah ini akan memastikan kepatuhan terhadap Pasal 47 ayat 1 UU TNI yang melarang prajurit aktif menduduki jabatan sipil, atau dengan penyesuaian kebijakan untuk menjadikan jabatan tersebut sebagai bagian dari keamanan negara, yang dimana mengaitkan jabatan Seskab sebagai bagian dari keamanan negara yang mungkin dapat dibenarkan dalam konteks dukungan terhadap Pemberian dukungan teknis dan administrasi yang berhubungan dengan stabilitas dan ketahanan nasional. Hal ini mungkin bisa dipahami dalam situasi tertentu, terutama ketika ancaman terhadap keamanan negara dianggap mendesak. Akan tetapi hal ini perlu analisa yang mendalam terkait dengan kebijakan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun