Mohon tunggu...
Alan Maulana
Alan Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia

Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Sumpah Pemuda pada Generasi Islam Era Digital

1 November 2022   18:43 Diperbarui: 1 November 2022   18:51 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari: Kompas.com

Oleh : Alan Maulana

NIM: 33010200070

Disusun Untuk Memenuhi Tugas UTS Studi Islam Indonesia

Dosen Pengampu: Khoirul Anwar, M.Ag.

Universitas Islam Negeri Salatiga

Menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan bangsa merupakan aspek penting yang harus ditanamkan pada jati diri generasi muda bangsa Indonesia. Sebagaimana telah tertulis pada lambang negara Indonesia Garuda Pancasila, “Bhineka tunggal ika” yang memiliki arti “Berbeda-beda tapi tetap satu jua” merupakan semboyan yang menjadi landasan persatuan dan kesatuan. Kurangnya kesadaran dalam memahami keberagaman ras, suku, dan agama, dapat memicu timbulnya konflik. Sebaliknya menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan melahirkan rasa empati gotong- royong, kepedulian dalam mewujudkan cita-cita bangsa.

 Dalam meraih kemerdekaan bangsa Indonesia tentu melewati berbagai halang-rintangan. Pada era Kolonial masyarakat Hindia Belanda (sebelummenjadi Indonesia) dalam melakukan perlawanan sangat mudah dipatahkan. Masyarakat pribumi pada masa penjajahan masih terpecah belah. 

Sebelum terciptanya pemikiran untuk bersatu mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, masyarakat pribumi melakukan perlawanan terbatas hanya pada satu wilayah yang mereka tinggali saja. 

Masing-masing pribumi memiliki fanatisme kedaerahan, belum memiliki kesadaran Nasional dalam berbangsa (Muhamad Rifai : 2018, h. 11). Melihat kurangnya kesadaran nasionalisme menjadikan penjajah Kolonial Belanda menciptakan strategi  politik adu domba (devide et impera).

Terbentuknya Kesadaran Generasi Muda Menciptakan Persatuan 

Pada abad ke 17-19, jenis perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat pribumi masih menggunakan perlawanan fisik. Melihat kondisi bangsa semakin memprihatinkan, sementara perlawanan fisik yang bersifat lokal tidak membuahkan hasil, timbul kesadaran dari generasi muda pada abad ke 20. Pada masa ini jenis perlawanan menggunakan perlawanan otak (Muhammad Muchlis : 2018, h. 18). 

Masa ini ditandai dengan munculnya organisasi Pergerakan Nasional yang memiliki kesadaran bersatu menuntut kemerdekaan.Para.penggerak organisasi Pergerakan Nasional merupakan kaum pemuda berusia 18-30 yang kebanyakan dari mereka merupakan pelajar dan mahasiswa yang mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah Belanda.

Berdirinya organisasi Pergerakan Nasional menjadikan organisasi sosial politik dari kalangan pribumi berkembang pesat. Organisasi ini membuat pemerintah Kolonial Belanda khawatir. Merasa cemas akan perlawanan kaum muda menjadikan pemerintah Kolonial Belanda menerapkan undang-undang yang berisi larangan berkumpul berkaitan dengan masalah politik serta kebebasan berpendapat. 

Peraturan ini tidak membuat semangat generasi muda pribumi menjadi lemah, hanya merubah sistem berkumpul secara terang-terangan menjadi gerilya. 

Seiring berjalannya organisasi Pergerakan Nasional generasi muda pribumi merasa kurang mendapat hasil yang memuaskan. Selanjutnya mengadakan kongres pemuda I di Jakarta pada 30 April 1926, menghasilkan keputusan untuk mengadakan kongres pemuda II. Kemudian kongres pemuda II dilaksanakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 menjadi awal terciptanya sumpah pemuda. Kongres pemuda II merupakan momen penting sejarah bangsa Indonesia. Masa ini menjadi tonggak awal kesadaran orang Sunda, Jawa, Sumatera, Banjar, Madura dan daerah lainnya di Nusantara sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Organisasi kepemudaan dari berbagai wilayah turut ikut ambil bagian dalam kongres pemuda II, di antaranya adalah Jong Java, Jong Bataks Bond, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), Jong Ambon, Jong Celebes, Khatolikke Jongelingen Bond, Jong Sumatranen, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Pemuda Kaum Betawi, dan lainnya. 

Dalam kongres ini dibentuk susunan kepanitiaan di mana Sugondo Djojopuspiti (Perwakilan dari PPI) sebagai ketua, R.M Joko Marsaid (Perwakilan dari Jong Java) sebagai wakil ketua, Muhammad Yamin (Perwakilan dari Jong Sumateranen Bond) sebagai sekertaris, Amir Sjarifudin (Perwakilan dari Jong Bataks Bond) sebagai bendahara, Johan Mohammad Cai (Perwakilan Jong Islamieten) sebagai pembantu I, R.Katjasoengkana (Perwakilan dari Pemuda Indonesa) sebagai pembantu II, R.C.I. Sendoek (Perwakilan dari Jong Celebes) sebagai pembantu III, Johannes Leimena (Perwakilan dari Jong Ambon) sebagai pembantu IV, serta Mohammad Rochjani Su’ud (Perwakilan dari Pemuda Kaum Betawi) sebagai pembantu V ( Ahmad Syafii Maarif : 2009, hal.7). 

Dari susunan kepanitiaan ini terciptalah kesepakatan para peserta kongres pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 untuk merumuskan tiga ikrar yang kemudian disebut sebagai sumpah pemuda. Ikrar tersebut berbunyi :

"Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.”

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.”

“Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung Bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.”

Lahirnya sumpah pemuda menjadi spirit pemuda bangsa untuk bersatu melawan penjajah. Sesuai dengan bait pertama yang terkandung dalam sumpah pemuda menegaskan bahwa “Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.” Mendeskripsikan bahwa pemuda-pemudi bangsa Indonesia pada masa ini bersungguh-sungguh bersatu dalam merebut kemerdekaan sampai tetes darah penghabisan. 

Ditambah dengan ciri pergerakan dunia pada abad 19-20 merupakan peralihan menuju pergerakan modern. Dapat dilihat dari bagaimana cara pemuda pada masa ini menyampaikan aspirasi serta gagasan pemikiran dengan bentuk yang beragam. Seperti membuat organisasi pergerakan, menerbitkan majalah, serta melakukan pemboikotan dan pemogokan (Takashi Shiraishi : 1997, hal. 1).

Pentingnya Memahami Sumpah Pemuda pada Era Digital 

Setiap zaman memiliki tantangan tersendiri. Meski Indonesia sudah 77 tahun merdeka bukan berarti generasi muda sudah lepas dari tanggungjawab untuk menjaga bangsa. Tantangan generasi muda Muslim pada era digital dalam mengisi kemerdekaan tidak kalah kuat. Pada era digital kecanggihan teknologi memiliki dampak positif bahkan negative bagi generasi muda. 

Pada masa ini kecanggihan teknologi memudahkan interaksi antara lokal dengan global, menjadi peluang masuknya budaya asing semakin cepat. Tidak sedikit media lokal maupun global menyajikan informasi sosial budaya, kuliner, maupun olahraga. Semua orang bisa memproduksi berita tanpa harus memiliki kantor penerbitan majalah. 

Kecanggihan teknologi informasi memudahkan berita hoax bertebaran di manamana. Permasalahan ini menjadi tatangan bagi generasi muda untuk mampu mengarahkan masyarakat agar tidak tersesat dalam mengakses media sosial.

Memupuk jiwa nasionalisme serta mempertahanan keutuhan NKRI menjadi kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia. Kecanggihan teknologi menyuguhkan sedemikian rupa apa yang manusia butuhkan seperti film, game onlineseringkali membuat lupa waktu. Masyarakat jadi jarang melakukan perkumpulan di luar rumah. 

Mulanya teknologi diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia, setelah semua yang manusia inginkan ada dalam teknologi informasi, seolah sudah mampu menggeser fungsi otak manusia dalam berbagai bidang. 

Dampak positif dan negative bisa kita rasakan ketika pertamakali komputer, android, internet, serta televisi diciptakan. Positifnyakita bisa mengakses apa saja yang diperlukan, negatifnya bisa membuat kita terlena dengan dunia layar. 

Kemudian internet (dunia layar) menjadi teman setia, bahkan menimbulkan lunturnya solidaritas serta hilangnya sifat menghargai. Pasalnya, tidak sedikit orang dimulai dari masyarakat kecil bahkan pejabat negara yang sedang berkumpul masih saja memperhatikan layar.

Memahami Literasi Digital Berarti Mempertahankan Keutuhan Bangsa

Semangat Nasionalisme yang menggebu serta tajamnya pemikiran pemuda-pemuda era konlonial dalam merespon kondisi sosial politik menjadi sebuah keharusan untuk diteruskan oleh pemuda Muslim era digital. 

Generasi muda era digital harus bersikap kritis dalam menghadapi arus globalisasi. Literasi digital menjadi sebuah keharusan untuk dipelajari. Pemahaman akan literasi digital mampu membuat generasi muda Muslim era digital dapat membedakan baik buruknya sebuah media informasi. 

Tidak sedikit media informasi yang menyajikan video-video singkat yang bersumber dari suatu tokoh politik, pemuka Agama, bahkan rakyat biasa yang dipotong-potong sehingga menimbulkan kesalahpahaman. 

Kejadian ini tentu memicu timbulnya adu domba antara tim pro dan tim kontra di media sosial. Pemahaman literasi digital diperlukan untuk mencari fakta-fakta yang sebenarnya juga sebagai pelerai untuk menegakkan kerukunan. 

Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan generasi muda era kolonial dengan generasi era digital hampir sama. Yang membedakan hanyalah musuh nyata dan musuh tidak terlihat. Generasi muda era kolonial menghadapi devide et impera (Politik adu domba buatan Belanda), generasi muda era digital ditantang untuk menghadapi politik adu domba di dunia maya.

Nilai-nilai Sumpah Pemuda sebagai Panduan Beraktifitas Digital

Beragam suku, ras, dan Agama di Indonesia merupakan aspek penting yang harus dipahami generasi muda Muslim pada era digital. Mengingat banyaknya media digital menyajikan konten yang kurang baik dimulai dari politik, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan bahkan sampai konten dakwah keagamaan yang disalahgunakan untuk adu domba. 

Penting untuk memahami bait pertama dalam Sumpah Pemuda, bahwa pemuda indonesia yang bertumpah darah satu, harus mampu menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama dalam beraktifitas di dunia digital. Pemuda era digital perlu mempererat jiwa nasionalisme satu sama lain dalam beraktifitas di media digital

Contohnya membuat konten kreatif seputar wawasan kebangsaan, membuat artikel yang menggaungkan toleransi beragama, edukasi digital, serta wawasan keilmuan. Selain itu, dalam beraktifitas di era keterbukaan sejagat generasi muda era digital perlu memperluas pemahaman bahasa Indonesia yang baik agar tidak terbawa arus oleh budaya barat.

Daftar Pustaka

Rifai, Muhammad. 2018. Menggali Spirit Sumpah Pemuda (Klaten : Cempaka Putih)

Muchlis, Muhammad dan Nurul Islamiyah, Vicky. 2018. Semangat Sumpah

Pemuda (Klaten: Cempaka Putih)

Syafii Maarif, Ahmad. 2009. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan (Bandung: Mizan Publishing)

Siraishi, Takashi. 1997. Zaman Bergerak. (Jakarta : Erlangga)

Tim detikcom. 2021. “Pengacara Jelaskan Video Habib Bahar yang Sindir Jenderal Dudung”, https://news.detik.com/berita/d-5862870/pengacara-jelaskanvideo-habib-bahar-yang-sindir-jenderal-dudung, diakses pada 16 Oktober 2022 pukul 20.30

Ngafifi. 2014. Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial Budaya. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol. 2, No. 01

Cela, Erlis. Social Media as a New Form of Public Sphere. European Journal Of Social Education 9563, no. August (2015) : 100-123

KEMENKEU. 2022. “Peran Pemuda Masa Kini”, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kplkn-banjarmasin/baca-artikel/14361/PeranPemuda-Masa-Kini.html, diakses pada 19 Oktober 2022 pukul 07.36

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun