Mohon tunggu...
Alan Maulana
Alan Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia

Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hidup Segan Mati pun Tak Kenyang

19 Oktober 2022   00:47 Diperbarui: 19 Oktober 2022   07:24 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu tidak harus tahu, Dokter! Kamu harus tolong aku dulu, baru aku beri tahu. Aku takut hidup! Aku takut kehidupan!"

"Apa yang menyebabkan kamu takut kehidupan?"

"Waktu kecil, aku senang sekali bisa terlahir sebagai manusia. Bisa bermain sepuas hati, makan enak, tidak memikirkan apa-apa selain makan dan tidur. Tetapi, setelah aku tumbuh dewasa, caraku memandang dunia jadi berbeda. Masalah mulai bermunculan. Belum selesai memikirkan masalah pribadi, muncul masalah negara. Belum selesai memikirkan masalah negara, muncul masalah dunia. Adu domba sangat mudah masuk pada jamanku, berita yang tidak jelas asal-usulnya mudah bertebaran, fanatisme kedaerahan mulai muncul kembali. Kalau bisa memilih, rasanya ingin sekali jadi lalat  capung yang hanya memiliki batas usia 1 hari. Percuma hidup kalau banyak musuh tak kasat mata"

  Dr. Thomas menatap lekat pria plontos itu. Menatap wajah dan mendengarkan pernyataannya, Dr. Thomas bisa mendapatkan kesimpulan bahwa pria ini adalah korban kerasnya zaman.  Dr. Thomas kemudian ingin memberikan tanggapan, akan tetapi pria plontos itu langsung memotongnya.

"Beribu-ribu maaf, Dok! Aku ingin mati karena sudah bosan. Bosan mencari kerja di perusahaan yang memang benar-benar mau menerima. Di sini masih banyak pungli. Sudah tahu kita bekerja mau cari uang, malah dimintai uang. Ada memang pekerjaan yang tidak pakai uang, tapi peluang untuk masuk itu sedikit. Harus punya orang dalam. Kalau tidak, paling-paling surat lamaran kita terbengkalai di kantor pos satpam"

"Jadi, masalahnya, kamu mau cari kerja?"

"Salah satunya, Dok! Kenapa sulit aku dapat kerja? Karena banyak yang menyusun strategi menanggulangi pengangguran tapi hasilnya nihil. Kami kecewa! Hanya negara yang sudah punya gelar merdeka, tapi rakyatnya sendiri masih begini, Dok! Lihat!"

   Pria plontos itu menangis. Dr. Thomas termenung sejenak. Kemudian ia memilih untuk membiarkan pria itu menangis, menunggunya berhenti. Pria itu diberinya sapu tangan untuk menyeka air matanya. 

"Sudah. Dari masa ke masa, permasalahan yang dihadapi oleh pemuda bangsa ini memang berbeda-beda. Mau kamu hidup di zaman mana pun, yang namanya masalah pasti tetap ada. Memilih mati bukan berarti tujuan yang paling bagus. Memilih mati pun, memangnya kamu bisa menjamin bahwa nanti di alam kubur kamu akan enak? Pikirkanlah!"

"Hihi! Kalau aku mati, apakah aku akan selalu kenyang?"

   Lagi-lagi Dr. Thomas dibuat mumet oleh pertanyaan pria plontos itu. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan semakin aneh. Lagi-lagi, ini tentu sebenarnya bukan ranahnya untuk memberikan tanggapan. Dr. Thomas hanya memberikan jawaban sebisanya. Pemerintah yang sebetulnya pantas untuk  menjawab pertanyaan tersebut. Tetapi, Dr. Thomas mencoba untuk menanggapi karena tahu sangat sulit jika berbicara langsung dengan pimpinan. Kita hanya rakyat, bukan teman dekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun