Kadang rencana tidak selalu berjalan mulus. Begitu juga dengan yang saya rencanakan saat itu. Bukannya memulihkan ekonomi dan membayar lunas tagihan kredit, malah menumpuk hutang baru di BNI dengan jumlah yang luar biasa membuat pening kepala.
Di tahun berikutnya saya sudah tidak mampu membayar bulanan. Debt collector berkali-kali datang, bergantian dengan debt collector kredit motor. Bedanya BNI dengan perusahaan kredit adalah bahasa dan emosi, BNI lebih santai nyaris tanpa keluhan.
Setelah sebulan gagal bayar, akhirnya staf yang biasa datang ke rumah berganti dengan yang lebih senior. Sifatnya bukan menagih, melainkan mencari jalan keluar. Entah itu menambah hutang sebagai modal baru atau mengecilkan jumlah setoran bulanan.
Mengecilkan jumlah setoran? Nah ini menarik. BNI berusaha menjaga nasabahnya agar tidak terkena blacklist dari BI. Setidaknya harus ada setoran, jika 3 bulan berturut-turut tidak ada setoran, maka otomatis blacklist. Lalu disepakatilah nominal yang sangat-sangat rendah, hanya 50% dari jumlah awal.Â
Hari terus berjalan, bulan berlalu dan tahun tanpa terasa sudah dilewati. Krisis ekonomi keluarga benar-benar membuat frustasi. Saya mungkin bisa makan apa saja, bahkan cukup nasi putih, asal kenyang. Namun anak-anak harus tetap sekolah dan tidak perlu tau soal ini, kecuali yang tertua, dia sensitif sekali soal usaha, hutang bank dan sekitarnya.
2014, Kondisi memburuk, tentu saja setoran yang sudah dipangkas itupun kembali tidak mampu dibayar. Staf senior BNI kembali berkunjung ke rumah. Saya pikir apakah akan ada pangkasan lagi? Rasanya tidak mungkin. Dan benar saja, sore itu mereka datang sebagai tamu, tidak dengan pakaian dinas resmi, murni silaturrahim. Setelah basa-basi sejenak, beliau ini (dua orang) mengingatkan soal pembayaran tertunggak. Lalu saya pun menjelaskan bahwa keadaan sudah semakin tidak memungkinkan. Hampir semua link dan usaha baru sudah ditempuh, namun memang sudah tidak bisa lagi. Buntu.
Mendengar cerita seperti itu, salah satu dari staf BNI ini balik menjelaskan bahwa blacklist tidak bisa lagi diundur jika memang saya melanggar. Tidak ada lagi dispensasi atau diskon. Tak lama setelah itu, nama saya sudah masuk daftar hitam.Â
Terlepas dari catatan perjalanan yang sangat menantang ini, alhamdulillah semua hutang ke BNI sudah terbayarkan. Usaha yang sering gagal itupun menemukan taqdir yang baru dan kini saya sudah nyaris pulih.
Jujur saya tidak tau apakah catatan kecil ini memiliki arti bagi pembaca atau tidak, namun bagi saya ini adalah pelajaran yang luar biasa. BNI memberi hadiah saat saya sama sekali tidak terlalu mengharapkannya, karena saat itu sudah memiliki 2 motor. BNI juga hadir saat saya betul-betul mengharapkan diluluskannya pinjaman. Maka tidak berlebihan rasanya jika sedikit cerita ini saya tulis sebagai tanda terima kasih atas hadiah motor dan pinjamannya.Â
Terima kasih juga atas dispensasi serta keramahan para staf yang tidak seperti debt collector, sekalipun saya tau mereka pasti jengkel (ini kalau bisa BNI Sumenep tolong kasih bonus). Hehe. Terima kasih telah menjadi bagian dari cerita penting perjalanan hidup saya. Semoga di ulang tahun yang ke 69 ini terus menjadi bank yang melayani masyarakat dengan baik.
*Saya dalam tulisan ini adalah Ayah saya.