Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Karena Adat Terlalu Tua untuk Ditentang

2 Agustus 2015   08:01 Diperbarui: 12 Agustus 2015   07:12 3296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga akhirnya tibalah momen di mana kami duduk bersama, si teman ini menceritakan kondisi keuangannya, sambil menunggu makanan pesanan sampai. Teman saya sangat terbuka dan apa adanya, bahwa memang secara pribadi (tanpa melibatkan orang tua) dia tidak mampu untuk memenuhi syarat yang pernah dibahas sebelumnya.

"Ya kan kami membesarkan Hawa (nama samaran) ini nggak gratis, jadi tolong dimengerti," jawab calon mertua lelaki dengan senyum dinginnya.

Saya yang sebelumnya sangat tidak percaya dengan cerita si teman, saat itu harus mengakui bahwa itu memang nyata, bukan rekayasa. Pertanyaan meragukan seperti; kok bisa? Masa orang tua gitu? Dan seterusnya sudah resmi terjawab.

Masalahnya adalah orang tua teman saya tidak setuju dengan akad dan tarif seperti itu, tidak ada aturannya dalam Islam. Namun jika teman saya mau membayar sendiri, dia masih tidak punya uang sebanyak itu. Inilah cerita tidak lucu orang yang mampu secara finansial namun masih juga bermasalah dengan uang.

Orang tua teman saya memegang teguh prinsip dan tidak mau diperas, semetara calon mertuanya memegang teguh adat, kebiasaan atau entah apa namanya. Solusi paling terakhir sebenarnya adalah move on, putus. Namun tanpa penjelasan dan tanpa diceritakanpun saya sudah tau masalahnya. "Saya harus tanggung jawab." Ada yang bisa menerjemahkan kalimat ini? Yup, mereka sudah melakukan sex berkali-kali.

Saya tidak tau kabar selanjutnya bagaimana karena terakhir terlibat berkonflik dengan Hawa, lalu semua sosmed teman saya ini dikuasai, kamipun tak pernah berinteraksi lagi. Jadi ya sudah.

Semalam, ada orang yang juga cerita soal temannya. Kasusnya mirip, juga soal adat. Pada sebuah suku di Indonesia, dalam adat pernikahannya ada yang namanya uang belanja untuk istri, 50 juta. Nominal yang diberikan ini adalah simbol untuk menunjukkan eksistensi dan mengedepankan budaya malu. Jadi semakin tinggi status sosial si perempuan, nominalnya pun harus lebih tinggi. Lucunya, jika tidak mampu membayar sebesar itu, dia ditawarkan untuk menikahi adiknya. Aih, apakah cinta bisa dengan mudah dialihkan?

Adat Terlalu Tua untuk Ditentang

Adat dan budaya lahir jauh sebelum kita lahir. Mereka sudah ada bertahun-tahun dan nyaris menjadi keyakinan. Dia terlalu tua untuk ditentang.

Saya jadi teringat dengan teman yang sebelum menikah harus melancarkan soft diplomasi dengan calon mertuanya. Menyetujui syarat dirinya harus mau berdomisili di rumah mertua karena alasan anak perempuan satu-satunya. Namun setelah menikah, setahun setelahnya dia berhasil memboyong mertuanya untuk ikut pindah, dengan alasan pekerjaan.

Saya juga teringat dengan nenek-nenek yang masih satu desa, duduk mendekat setengah berbisik, sangat serius "kamu kalau mau nikah, jangan mendadak, kabari jauh sebelumnya."Rupanya ini pun soal adat. Katanya, di beberapa daerah di Madura dan Jawa, ada adat gotong royong setengah investasi. Katanya, dulu orang tua saya menyumbang banyak untuk pernikahan anaknya, berupa sembako, karena orang Madura sangat faham bahwa mata uang rupiah menyusut tiap tahunnya. Jadi jika saya ingin menikah, orang yang pernah orang tua saya bantu/sumbangi di masa lalu harus mengembalikan, minimal sama atau setimpal. Kalau tidak, mereka akan kena sanksi sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun