Selasa 14 Juli 2015 Iran akhirnya secara resmi diizinkan memiliki tekhnologi nuklir untuk alasan damai. Negosiasi dan perjanjian yang digelar di kota Wina Austria tersebut digelar antara Iran dan enam negara berpengaruh di dunia, Amerika, Russia, China, Inggris, Prancis dan Jerman.
Dalam pernjanjian tersebut Iran bersedia mengurangi fasilitas pengayaan uranium hingga 98 persen. Dengan begitu Iran bisa dipastikan aman dan tidak memiliki bahan baku senjata nuklir. Selain itu Iran juga bersedia diperiksa oleh Badan Internasional Energi Atom setiap tahunnya. Dengan dicapainya kesepakatan ini maka sanksi ekonomi dan embargo terhadap Iran resmi dicabut.
Kini Iran memiliki tekhnologi yang membuatnya mampu berdiri sama tinggi dengan negara-negara maju. Luar biasanya lagi hal ini didapat dan dikembangkan dalam keadaan embargo dan dikucilkan. Iran yang tidak bisa mengakses SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecomunication) untuk pembelian dan pembayaran dengan mata uang dollar ternyata mampu bertahan dan sama sekali tidak mundur dari cita-citanya memiliki nuklir. Cadangan minyak yang melimpah itu kemudian kesulitan menemukan pembeli. Beruntung ada India yang mau membeli minyak dan membayarnya dengan emas. Lalu emas ini digunakan Iran untuk membeli kebutuhan pangan dan pembangunan dari China serta Russia.
Tiga belas tahun Iran bertahan menjadi negara pesakitan karena sanksi perdagangan internasional. Kita bisa membayangkan bagaimana stabilitas sebuah negara yang kesulitan megekspor dan mengimpor barang. Namun satu-satunya jalan keluar yang dimiliki Iran ternyata mampu menyelamatkan negara Islam ini.
Tiga belas tahun lamanya Iran tidak mencapai kesepakatan soal tekhnologi nuklir. Jika saat ini Amerika dengan balutan pencitraan mengatakan bahwa ini adalah keberhasilan Barrack Obama dalam menciptakan stabilitas dan situasi aman dunia, sebenarnya hanyalah bahasa politis untuk menutupi aib kegagalannya membubarkan Iran secara halus.
Dollar yang dianggap begitu digdaya dan ampuh untuk menghancurkan sebuah negara tanpa perang nyatanya tidak sefantastis anggapan mereka sendiri. 2014 adalah puncak kekhawatiran Amerika saat mereka sadar bahwa dollar sama sekali tidak efektif. Iran secara tidak langsung membuka mata dunia, khususnya negara Islam, bahwa emas adalah mata uang yang sebenarnya. Negara-negara Islam seperti Saudi, Malaysia, Brunei dan yang lainnya mulai gencar mengkampanyekan 'mata uang' emas. Bank mulai memfasilitasi simpanan dalam bentuk emas, sama persis seperti tabungan dollar yang kita ketahui bersama di Indonesia. Lucunya, aksi ini terjadi spontanitas atas kesadaran secara alami. Saya masih ingat betul ketika salah satu bank di Malaysia mengadakan presentasi tabungan emas, sedikitpun tidak membahas dan mengaitkannya dengan strategi bertahan Iran.
2014 adalah tahun di mana kondisi harga minyak dunia sudah bergerak sangat tidak wajar. Saat Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM dengan alasan pecabutan subsidi, saya mengira inilah awal kehancuran Iran. Dalam analisa perdagangan, harga minyak dunia sudah berada di harga yang sangat ideal untuk kembali naik. Saat itu saya berpikir itulah saatnya dimana Iran sudah kewalahan mengekspor minyak. Saat pengumuman harga BBM, harga minyak dunia berada di harga yang nyaris menyentuh harga terendah sejak 2008. Saya pernah membahas ini di Kompasiana dengan judul "Harga minyak dunia turun kenapa BBM naik?" Namun analisa tersebut meleset. Harga minyak dunia bergerak di luar batas psikologi pasar dengan terus turun sementara OPEC tidak mau mengurangi produksi minyaknya dan Iran menemukan partner baru anti-dollar, Russia.
Akibat krisis Ukraina, Russia mendapat sanksi ekonomi yang mirip dengan Iran. Dalam sekejap mata uang Russia, Rubel, keluar dari bursa perdagangan mata uang dunia karena nilainya turun hingga 50 persen. Namun Russia sedikit beruntung karena sebagian negara tidak setuju dengan sanksi terhadap Russia. Untuk meningkatkan posisi tawarnya, bank sentral Russia meluncurkan alternatif SWIFT guna memerangi dominasi mata uang seperti dollar, euro dan pounds.Â
Russia tentu saja lebih angkuh tangguh dari Iran karena negara tersebut merupakan koneksi pusat SWIFT terbesar setelah Amerika. Bedanya ekonomi Russia cukup bergantung pada penjualan harga minyak. Saat keputusan negara-negara yang tergabung dalam OPEC saat itu tidak mengurangi jumlah produksi minyak membuat stok minyak dunia melimpah, Iran tentu saja tak mau kehilangan momentum dengan terus lebih gencar menyuplai minyak dan mengakibatkan harganya semakin terpuruk.
Amerika secara tidak langsung mendapat dua musuh beda kondisi, namun keduanya sama-sama anti dollar. Lucunya dua negara ini adalah musuh yang dibuat sendiri oleh Amerika dan EU. Meski beda kepentingan, -Russia ingin minyak dunia kembali naik dan Iran tak punya pilihan lain kecuali menjual sebanyak mungkin minyaknya meski dengan konsekuensi membuat harganya jatuh- namun keduanya cukup akrab dalam memerangi dollar dan Amerika. Salah satu ulah Russia yang membuat geram adalah pencabutan larangan penjualan missil ke Iran pada 2007 lalu.
Secara pribadi, saya lebih tertarik Iran tetap mendapat sanksi embargo dan SWIFT. Saya ingin Iran mendapat sanksi sampai akhirnya menjadi negara adidaya yang tidak bisa lagi diatur-atur. Mereka akan memiliki tekhnologi nuklir sekaligus mematahkan dominasi mata uang dollar bersama Russia dan China. Karena dengan begini minyak dunia masih akan berada di harga terendah dan dollar secara otomatis terus menguat, dan jika terus berlanjut maka pasar mata uang akan terjadi overbought terhadap dollar karena sudah terlalu mahal. Saat itulah wajah baru ekonomi dunia akan terbentuk dimana dollar tidak lagi laku dalam perdagangan internasional karena banyak negara sudah beralih menggunakan emas atau matau uang lain
Namun ternyata keseruan perang ekonomi ini sedang mengalami gencatan senjata. Iran sementara dijinakkan dengan dibebaskan dari pesakitan sanksi ekonomi yang membuat Russia kini sedikit kehilangan partner anti dollarnya. Meski begitu hubungan akrab Iran-Russia pasti masih akan berlanjut.Â
Setelah ini mungkin harga minyak dunia akan lebih mahal karena Iran sudah mendapat ruang yang cukup untuk menjaga stabilitas negaranya dan tidak akan terlalu ngoyo jualan minyak. Dengan begitu Russia juga akan mendapat 'keuntungan' atas kembali membaiknya harga minyak dunia, sementara itu terus membangun sistem keuangannya sendiri dengan lobi-lobi khusus seperti yang sudah diperagakan oleh China. Dampaknya pada Amerika adalah dollar akan kembali melemah seiring dengan membaiknya harga minyak.
Tidak seru memang jika belum melihat Amerika KO karena dollarnya tidak lagi diterima dunia. Apalagi saya sangat yakin bahwa Iran dan Russia sangat mampu untuk memukul jatuh Amerika. Namun hikmahnya mungkin Israel akan lebih jinak dalam memerangi Palestina. PM Israel Benyamin Netanyahu sangat tidak suka dengan kesepakatan ini karena Iran yang sebelumnya sering tebar ancaman akan lebih percaya diri untuk melindungi Palestina. Bagi Indonesia, mungkin rencana pembelian minyak dari Iran menjadi tak terlalu menarik lagi. Seharusnya pemerintah lebih melihat pada Russia yang saat ini sedang terkena sanksi. Karena secara psikologi, teman sesungguhnya adalah mereka yang tetap ada walau yang lain menghindar. Jika mulai sekarang kerjasama ditingkatkan antara Russia dan Indonesia, maka saat nanti Russia sudah menang seperti iran -entah dibebaskan atau menang mutlak mematahkan dominasi EU dan dollar- kita akan menuai banyak bonus kemenangan.
Selain itu, Iran yang kini sudah bebas patut didekati dan dirangkul agar suatu saat kita juga bisa membangun nuklir dan secara otomatis memiliki posisi tawar yang tinggi selayaknya China dan Amerika. Sambil terus menghilangkan ketergantungan impor pangan, kemudian lanjut pada otomotif dan tekhnologi, sebelum akhirnya mendeklarasikan diri untuk memiliki tekhnologi nuklir. Dan saat itu kita tidak perlu khawatir dengan sanksi ekonomi dan embargo.
Bagaimanapun perang ekonomi sudah sangat nyata di depan kita. Jika hanya menjadi negara baik terhadap semua negara, maka kita akan terus dalam bayang-bayang ancaman negara lain. Sudah saatnya kita bersikap sedikit nakal dengan membujuk Iran agar mau mengajarkan tekhnologinya dan lebih dekat dengan Russia dalam berbagai kerjasama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H