Sebagai orang yang bisa membaca seharusnya kita tidak malas mencari berbagai sumber. Mempelajari hal baru sebelum menyatakan. Misal kita tidak tau Current Account, ya mari belajar apa itu CA, bagaimana penghitungannya? di tahun sebelumnya berapa nilainya? Faktor apa yang mempengaruhi? Setelah tau dasarnya barulah kita mencari info dari sumber yang baik. Kalau soal ekonomi bisa di bloomberg atau rilis world bank. Kalau sudah melewati tahap itu barulah sampaikan kritik. Dengan begitu pasti akan lebih bermanfaat dan menarik. Kita jadi bisa belajar banyak dari sosial media dan lebih menyenangkan dibanding belajar formal di bangku sekolah.
Melawan Persepsi
Berikut ini adalah pemahaman absurd yang sepertinya sudah lama menjadi kebenaran yang lucu di kalangan masyarakat Indonesia.
Menarik investor bukan menggadaikan negara. Kamu punya ide usaha, tapi nggak punya dana, lalu kamu ajak temanmu yang kaya untuk bergabung dengan kesepakatan bagi hasil (kondisional). Apakah itu berarti menggadaikan atau menjual dirimu? Saya rasa tidak. Karena hanya orang yang dipercaya yang bisa membuat investor mau mengeluarkan uangnya. Jika reputasimu buruk maka nggak akan ada yang mau menjadi investor. Lalu bukankah seharusnya kita bahagia jika perusahaan dari negara lain mau masuk dan berinvestasi di negara kita?
Jika temanmu yang kaya tidak ada yang berminat bergabung menjadi investor, maka jalan lainnya adalah berhutang ke bank. Biasanya dengan jaminan berupa harta benda atau jaminan integritas seperti nama besar dan track record perbankan. Dalam skala negara, setiap negara di dunia ini memiliki label deksripsi, begitu juga dengan Indonesia. Bank dunia atau pemberi pinjaman akan mengabulkan pinjaman setelah melihat kemampuan membayar sebuah negara.
Untuk melihat kewajaran hutang sebuah negara biasanya seringkali dikaitkan dengan GDP atau Gross Domestic Product adalah jumlah produksi barang dan jasa dalam sebuah negara selama setahun. Meski lumayan rumit, lebih mudahnya bisa diibaratkan aktifitas ekonomi sebuah perusahaan. Maka secara logika dan kenyataannya adalah perusahaan besar biasanya juga memiliki hutang yang besar. Namun untuk melihat kewajaran sebuah hutang bisa menghitung rasio hutangnya terhadap GDP.
Â
contoh: A punya hutang 1 juta dengan kekayaan 2 juta, berarti rasio hutangnya 50%.
B punya hutang 2 juta dengan kekayaan 100 juta, berarti rasio hutangnya adalah 2%.
Â
Lalu manakah yang lebih berbahaya? Tentu saja si A meskipun hutangnya hanya 1 juta. Sementara si B yang memiliki nominal hutang dua kali lipat dari si A tetap jauh lebih aman karena dia memiliki kekayaan 100 juta yang berarti hanya 2% nya. Meski memang soal GDP ini bukan kekayaan dan tidak sesederhana itu. Hanya memudahkan ilustrasi.